in ,

Peran Pajak Dalam Menyukseskan SDGs 8

SDGS 8
FOTO

Peran Pajak Dalam Menyukseskan SDGs 8

SDGs 8 atau Sustainable Development Goals ke-8 adalah ” Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi. SDGs 8 antara lain memiliki  tujuan berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh serta pekerjaan yang layak untuk semua. Adapun target-targetnya antara mempertahankan pertumbuhan ekonomi per kapita; mencapai tingkat produktivitas ekonomi lebih tinggi; menggalakkan kebijakan pembangunan yang mendukung kegiatan produktif;.

Salah satu komponen dalam upaya SDGs 8 yaitu peningkatan kepatuhan wajib pajak atas perpajakan sesuai dengan peraturan. Pajak merupakan komponen yang  sangat penting dalam mendukung APBN (Anggaran  Pendapatan   dan  Belanja Negara). Prosentase kontribusi pajak terhadap penerimaan APBN sebesar 86,55% pada tahun anggaran 2019, 91,50% pada tahun anggaran 2020, dan 82,84% pada tahun anggaran 2021, dikutip dari Laporan Realisasi APBN Tahun 2019-2021.

Pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan pembangunan nasional sangat bergantung pada tingkat kemampuan APBN. Dimana tingkat kemampuan APBN sangat dipengaruhi tingkat penerimaan APBN. Sumber utama penerimaan APBN  diperoleh dari sektor perpajakan.

Menyadari hal tersebut, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak terus berupaya mencari terobosan sebagai upaya meningkatkan penerimaan pajak dengan memberikan pemahaman hak dan kewajiban warga negara atas kontribusi pelaksanaan pembangunan melalui perpajakan baik berkaitan ketaatan dalam pelaksanaan perhitungan, pembayaran maupun pelaporan.

Dalam hal pelaporan tingkat kepatuhan wajib pajak terhadap penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini tercermin dari data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam lima tahun terakhir yang tidak pernah mencapai 100 persen meskipun secara tren terus mengalami peningkatan dimana pada tahun 2019 rasio pelaporannya 73,06%, tahun 2020 meningkat menjadi 77,63% atau naik 4,57%, tahun 2021 sebesar 84,07 atau naik 10,44% dibandingkan tahun 2020 dan lebih lanjut  pada tahun 2023 telah meningkat menjadi 86,8%.

Baca Juga  Pajak.com Sosialisasikan “Dari Sobat Pak Jaka”, Pandu Mahasiswa KOSTAF FIA UI Tuangkan Opini Lewat Tulisan

Rendahnya rasio kepatuhan wajib pajak dalam penyampaian SPT menurut Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, dipengaruhi sistem perpajakan yang diterapkan pemerintah saat ini, yaitu sistem self assessment. Self assessment adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya.

Meskipun sistem self assessment memiliki kelebihan dimana wajib pajak melakukan penghitungan pajak secara mandiri namun juga memiliki beberapa kekurangan terutama bagi wajib pajak tidak memiliki pengetahuan tentang perpajakan, tentu akan sulit baginya dalam melakukan serangkaian prosedur penghitungan, penyetoran, hingga pelaporan pajak.

Secara garis besar Yusuf menyampaikan, ada banyak faktor dan cukup beragam alasannya kenapa kemudian tingkat kepatuhan itu tidak bisa mencapai 100 persen.

Pertama, ada wajib pajak memang sengaja tidak bayar pajak, sehingga tidak melaporkan SPT-nya

Kedua, ada wajib pajak yang menghindari bayar pajak sebagaimana semestinya. Misalnya mereka memanipulasi data sehingga yang dibayarkan jadi kurang.

Ketiga, ada juga wajib pajak yang membayar atau enggan melaporkan karena prosedur yang berbelit dan tidak mudah dipahami. Terutama bagi mereka yang tidak paham masalah perpajakan.

Solusi Komunikasi Pembangunan

Teori Komunikasi yang efektif menjadi kunci membangun kesadaran dari wajib pajak  (Rogers, 1964)

Teori difusi inovasi dalam komunikasi pembangunan menjelaskan bagaimana ide, gagasan, atau inovasi tersebar di antara masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu.

Baca Juga  KP2KP Ranai: Setiap Transaksi di Proyek Swakelola Dipungut PPN

Teori partisipasi menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan terutama pada pemberdayaan. (Cleaver, 2002)

Dikaitkan dengan teori-teori di atas terhadap permasalahan wajib pajak tidak paham masalah perpajakan serta keterbatasan tenaga yang dimiliki, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaksanakan program strategis yang disebut dengan program Relawan Pajak (Tax  Volunteer)  yang  melibatkan perguruan  tinggi  (Tax  Center).  Program  ini  bukanlah program  baru dan  program  sejenis  ini  juga  biasa  kita  temui  di  negara-negara  lain.  Relawan pajak  diharapkan mampu  memberikan  manfaat bagi  segenap  pihak  yang  terkait,  baik  itu  Wajib  Pajak Orang  Pribadi (WPOP),  Relawan  Pajak,  dan  Otoritas  Pajak  (Darmayasa  et  al.,  2020).  Untuk mengoptimalkan program ini diperlukan adanya pelatihan kepada relawan sebelum secara langsung mendampingi wajib  pajak  untuk  pelaporan  pajak  berbasis  elektronik.  Hal  ini  diharapkan  dapat  mempermudah wajib pajak untuk melaporkan pajaknya.

Hal diatas sesuai pernyataan Kepala Kantor Wilayah  DJP Jatim I Sigit Danang Joyo pada acara peresmian tax center di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Ubhara.

“Tax Center fungsinya bukan hanya bagaimana membangun pemahaman dan kesadaran terkait perpajakan untuk para mahasiswa, tidak. Tapi lebih jauh dari itu adalah membangun kiprah mahasiswa dan juga para dosen, itu membangun kesadaran dan pemahaman kewajiban perpajakan untuk masyarakat yang lebih luas.” ujarnya.

Ia  menyampaikan beberapa kegiatan yang bisa dilakukan di Tax Center seperti riset, magang hingga membangun kolaborasi seperti sosialisasi, seminar dan pojok pajak.

Sejalan pernyataan Kakanwil DJP Jatim I, Tax Center UPN Veteran Jakarta dalam upaya membantu pemerintah menyukseskan penyampaian laporan SPT tahunan secara berkesinambungan, telah melaksanakan kegiatan antara lain memberikan sosialisasi, pendampingan secara langsung kepada wajib pajak dalam menyampaikan laporan SPT tahunan, membantu pemadanan NPWP dengan NIK wajib pajak dan pengajuan permohonan lupa efin secara luring datang ke sekretariat.

Baca Juga  Mengenal “Treaty Shopping”, Dampak, dan Langkah Pencegahannya

Lebih lanjut dalam rangka memperluas sasaran edukasi kepada wajib pajak yang berdampak pada meningkatnya pemahaman wajib pajak terhadap mekanisme pelaporan pajak SPT Tahunan, Tax Center UPN Veteran Jakarta akan berupaya menggandeng DJP untuk lebih aktif dengan membuat konten dan video sosialiasi, bimbingan teknis dan  tutorial pelaporan perpajakan mulai dari pendaftaran NPWP bagi calon wajib pajak,  membantu pemadanan NPWP dengan NIK bagi wajib pajak yang telah memiliki NPWP, pendaftaran e-feling, pengajuan permohonan lupa efin dan pengisian e-filing dalam rangka pelaporan SPT tahunan Wajib Pajak  Orang Pribadi.

Konten dan video tersebut selanjutnya di upload dalam media sosial you tube, Instagram UPN Veteran  Jakarta dan web UPN Veteran Jakarta sehingga tidak hanya menjangkau civitas akademi  UPN Veteran Jakarta  dan lebih luas menjangkau seluruh lapisan masyarakat wajib pajak.

Dengan demikian diharapkan melalui konten dan video tersebut dapat memberikan hasil  lebih optimal yang berdampak pada peningkatan penerimaan pajak sebagai sumber utama penerimaan APBN dimana APBN merupakan pendukung pelaksanaan pembangunan nasional dan penggerak pertumbuhan ekonomi guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur  yang menjadi taget SDGs 8.

Referensi:

https://sdgs.ub.ac.id/inacol-sdgs/17-goals-bappenas/sdgs-8-pekerjaan-layak-dan-pertumbuhan-ekonomi/

https://eprints.pknstan.ac.id/1357/4/05.%20BAB%20I_Rifaldy%20Fachrulsyahri%20Budiharjo_2301190451.pdf

https://tirto.id/di-balik-rendahnya-kepatuhan-wajib-pajak-lapor-spt-tahunan-gW94

https://www.ubhara.ac.id/v3/d/djp-jatim-1-resmikan-tax-center-ke-23-di-ubhara/504

https://news.ddtc.co.id/kejar-kepatuhan-formal-pelaporan-spt-tahunan-2021-djp-siapkan-ini-36192

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *