in ,

DJP dan Australia Sepakat Tingkatkan Deteksi Potensi Kewajiban Pajak Kripto

DJP dan Australia
FOTO: Kedutaan Besar Australia

DJP dan Australia Sepakat Tingkatkan Deteksi Potensi Kewajiban Pajak

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Australian Taxation Office (ATO) menandatangani Nota Kesepahaman untuk pertukaran informasi kripto (cryptocurrency), di Kedutaan Besar Australia, Jakarta. MoU ini bertujuan untuk tingkatkan deteksi aset kripto yang berpotensi memiliki kewajiban pajak di kedua negara.

Dengan demikian, kesepakatan antara DJP dan ATO memungkinkan otoritas pajak untuk berbagi data atau informasi terkait aset kripto dengan lebih baik, serta bertukar pengetahuan untuk memastikan kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan.

Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama menuturkan bahwa MoU ini mencerminkan perlunya otoritas pajak menjadi inovatif dan kolaboratif untuk mengimbangi perubahan global yang cepat di bidang teknologi keuangan.

“Meskipun aset kripto relatif baru, kebutuhan untuk memastikan perpajakan yang adil tetap penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memberikan pendapatan bagi investasi publik yang penting di bidang-bidang, seperti infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan,” ungkap Mekar dalam keterangan tertulis, dikutip Pajak.com, (24/4).

Pada kesempatan yang sama, Asisten Komisioner ATO Belinda Darling memastikan bahwa kesepakatan dibangun atas hubungan yang kuat antara DJP dan ATO. Ia juga menjelaskan, MoU terbaru ini menggarisbawahi komitmen bersama antara Indonesia dan Australia untuk beradaptasi dan berinovasi dalam menghadapi lanskap keuangan yang terus berkembang—memastikan kerangka perpajakan yang adil dan berkelanjutan di era digital.

Baca Juga  Bappebti Resmi Dirikan Bursa Aset Kripto

“Kemitraan antara DJP dan ATO telah terjalin selama hampir dua dekade dan saat ini fokus pada penguatan sistem perpajakan di kedua negara serta meningkatkan kolaborasi kita dalam menghadapi tantangan global yang kompleks,” ungkap Darling.

Ia menyebutkan, ATO dan DJP telah berkolaborasi dalam berbagai prioritas DJP, termasuk modernisasi dan digitalisasi layanan Wajib Pajak melalui penyediaan asisten pajak virtual, dan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang dan jasa digital.

“ATO dan DJP terus bermitra terkait pajak internasional dan reformasi yang lebih luas,” tambah Darling.

Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia resmi menetapkan pajak atas aset kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 yang berlaku sejak 1 Mei 2022. Melalui regulasi ini pemerintah mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan PPN atas transaksi perdagangan aset kripto.

Tarif PPN yang dikenakan sebesar 1 persen dikali dengan nilai transaksi aset kripto, dalam hal penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik merupakan pedagang fisik aset kripto. Kemudian, sebesar 2 persen dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto, dalam hal penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan merupakan pedagang fisik aset kripto.

Baca Juga  Sri Mulyani Usul Aset Kripto Diatur dalam Standar Global

Kemudian, PPh aset kripto dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan aset kripto terhadap penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, atau penambang aset kripto.

Adapun kontribusi transaksi aset kripto terhadap penerimaan pajak mencapai sebesar Rp 38,13 miliar sepanjang tahun 2023.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *