Ketua Banggar DPR Sebut PPN 12 Persen untuk Barang Mewah Tak Mampu Kerek Target Penerimaan 2025
Pajak.com, Jakarta – Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Said Abdullah menyatakan bahwa, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, khususnya untuk barang mewah, tidak akan mampu mendongkrak target penerimaan pajak tahun 2025. Menurutnya, kontribusi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap penerimaan negara selama ini tergolong kecil, hanya sekitar 1,3 persen dari total penerimaan pajak.
Realisasi penerimaan pajak Indonesia per 31 Oktober 2024 mencapai Rp 1.517,53 triliun, atau 76,3 persen dari target tahun 2024. Dengan sisa waktu yang terbatas, target penerimaan pajak sulit tercapai sepenuhnya. Said Abdullah menekankan pentingnya strategi perpajakan yang lebih komprehensif untuk mengamankan pendapatan negara di tahun mendatang.
“Jika kenaikan PPN hanya diterapkan pada PPnBM, maka tidak akan mampu mencapai target penerimaan pajak tahun 2025. Sebab PPNBM rata-rata saja sejak 2013-2022 dari pos penerimaan tidak sampai 2 persen, hanya 1,3 persen (PPnBM dalam negeri dan PPnBM Impor),” ujar Said dalam keterangan resmi, dikutip Pajak.com pada Senin (9/12).
Pemerintah berencana menggunakan hasil penerimaan pajak dari kenaikan PPN untuk membiayai program-program prioritas nasional. Beberapa di antaranya adalah program makan bergizi gratis sebesar Rp 71 triliun, pemeriksaan kesehatan gratis Rp 3,2 triliun, pembangunan rumah sakit lengkap berkualitas di daerah Rp 1,8 triliun, renovasi sekolah Rp 20 triliun, serta pembangunan lumbung pangan nasional sebesar Rp 15 triliun. Program penghapusan kemiskinan ekstrem dan penurunan prevalensi stunting juga menjadi prioritas.
Namun, Said menyoroti dampak kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat, terutama kelas menengah dan masyarakat miskin. Ia mencatat penurunan jumlah penduduk kelas menengah dari 61 juta pada 2018 menjadi 52 juta pada 2023, menunjukkan pelemahan daya beli.
“Banggar DPR meminta pemerintah perlu menjalankan kebijakan mitigasi secara komprehensif. Hal ini untuk memastikan bahwa dampak dari kebijakan ini tidak terlalu membebani golongan masyarakat yang sudah mengalami penurunan daya beli,” pungkasnya.
Barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, jagung, susu, daging segar, dan sayuran tetap dibebaskan dari PPN untuk menjaga daya beli masyarakat kecil. Namun, barang konsumsi kelas atas seperti kendaraan mewah, rumah, dan barang konsumsi premium tetap dikenakan tarif tinggi sebagai bentuk kontribusi dari kelompok ekonomi atas.
Comments