Imbas Kebijakan Tarif Impor AS, Ketidakpastian Global Diproyeksi Tetap Tinggi
Pajak.com, Jakarta – Kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) yang semakin luas diperkirakan akan mempertahankan ketidakpastian global pada level tinggi. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh AS, tetapi juga menyebar ke berbagai negara, termasuk Eropa, Jepang, India, dan Tiongkok, yang kini menghadapi perlambatan ekonomi akibat kebijakan perdagangan tersebut.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan bahwa kebijakan tarif impor AS memperlambat pertumbuhan ekonomi di tengah meningkatnya insentif fiskal. “Laju penurunan inflasi tidak secepat yang diprakirakan,” ungkap Perry, dikutip Pajak.com pada Kamis (20/3/2025).
Di sisi lain, perekonomian Eropa, Jepang, dan India juga terdampak karena permintaan domestik yang belum pulih dan ekspor yang melemah.
Ekonomi Tiongkok pun mengalami tekanan akibat kebijakan tarif AS, meskipun upaya untuk menahan pelemahan dilakukan melalui kebijakan pelebaran defisit fiskal pada 2025. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi global tahun ini diproyeksikan hanya mencapai 3,2 persen.
Ketidakpastian juga masih membayangi pasar keuangan global. Hal ini terlihat dari penurunan yield US Treasury dan melemahnya indeks mata uang dolar AS (DXY), di tengah ketidakpastian terkait pemangkasan Fed Funds Rate (FFR). Pergeseran aliran modal global yang sebelumnya terkonsentrasi di AS kini mulai mengarah ke komoditas emas dan obligasi di negara maju maupun berkembang.
Sementara itu, investasi portofolio saham masih didominasi oleh negara maju selain AS dan belum signifikan masuk ke negara Emerging Market (EM).
Melihat situasi ini, BI menilai bahwa respons kebijakan yang tepat dan terkoordinasi sangat dibutuhkan untuk memperkuat ketahanan eksternal, menjaga stabilitas, serta mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.
“Tetap tingginya ketidakpastian global tersebut memerlukan respons kebijakan yang tepat dan terkoordinasi dengan baik untuk memperkuat ketahanan eksternal, menjaga stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik,” imbuh Perry.
Ekonomi Indonesia Masih Terjaga di Tengah Ketidakpastian Global
Meskipun ketidakpastian global masih tinggi, perekonomian Indonesia tetap berada dalam kondisi yang baik. Konsumsi rumah tangga masih kuat, didukung oleh keyakinan konsumen yang stabil, belanja pemerintah untuk Tunjangan Hari Raya (THR) dan bantuan sosial, serta meningkatnya permintaan menjelang Idulfitri 1446 H.
BI juga mencatat bahwa investasi swasta perlu terus ditingkatkan guna mengoptimalkan kepercayaan produsen, sebagaimana tecermin dalam Prompt Manufacturing Index (PMI) BI yang menunjukkan ekspansi, terutama pada meningkatnya volume pesanan. Dari sisi eksternal, ekspor nonmigas mengalami kenaikan pada Februari 2025, yang ditopang oleh peningkatan permintaan minyak kelapa sawit dan kendaraan bermotor.
Namun, pertumbuhan sektor ekonomi tidak merata. Sektor pertanian diperkirakan akan mengalami peningkatan seiring dengan panen raya, sementara sektor pertambangan dan industri pengolahan cenderung melambat akibat menurunnya permintaan global.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2025 berada dalam kisaran 4,7 hingga 5,5 persen. “Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi 2025 tetap baik dalam kisaran 4,7-5,5 persen,” jelasnya.
Ke depan, BI akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dukungan terhadap stimulus makroprudensial dan percepatan digitalisasi transaksi pembayaran akan terus dioptimalkan agar bersinergi dengan kebijakan fiskal pemerintah.
“Bank Indonesia juga terus mendukung penuh implementasi program Asta Cita pemerintah, termasuk untuk pembiayaan ekonomi, digitalisasi, serta hilirisasi dan ketahanan pangan,” pungkasnya.
Comments