in ,

“Deductible” dan “Non-Deductible Expenses”: Definisi dan Contoh

“Non-Deductible Expenses”
FOTO: IST

“Deductible” dan “Non-Deductible Expenses”: Definisi dan Contoh

Pajak.comJakarta – Dalam dunia perpajakan, memahami perbedaan antara pengeluaran yang dapat dan tidak dapat dibiayakan sebagai pengurang pajak bukan hanya penting, tetapi juga bisa sangat menguntungkan bagi arus kas perusahaan. Pengeluaran yang dapat dibiayakan atau deductible expenses adalah elemen-elemen yang, ketika diukir dengan tepat dalam laporan keuangan Anda, dapat mengurangi jumlah pajak yang terutang, seolah-olah Anda memahat patung yang indah dari blok pendapatan Anda. Di sisi lain, pengeluaran yang tidak dapat dibiayakan atau non-deductible expenses adalah bagian-bagian yang terbuang, serpihan-serpihan yang tidak memberikan manfaat pajak dan harus Anda tanggung sepenuhnya. Pajak.com akan mengajak Anda mengeksplorasi definisi deductible expenses dan non-deductible expenses secara luas serta contoh-contoh konkret dari kedua jenis pengeluaran ini.

Apa itu “deductible expenses”?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), pengeluaran yang dapat dibiayakan sebagai pengurang pajak atau deductible expenses didefinisikan sebagai biaya yang diizinkan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenai pajak. Kebijakan yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak dalam negeri maupun dalam bentuk usaha tetap ini mencakup berbagai jenis biaya yang secara langsung atau tidak langsung terkait dengan kegiatan usaha.

Menurut UU PPh, deductible expenses harus memenuhi tiga prinsip umum. Pertama, biaya tersebut harus berhubungan dengan kegiatan usaha. Kedua, kegiatan usaha tersebut harus dilakukan untuk memperoleh penghasilan yang dikenai pajak.

Ketiga, biaya tersebut tidak boleh untuk keperluan atau kepentingan pribadi. Pasal 6 UU PPh mengatur secara umum tentang biaya yang dapat dijadikan sebagai deductible expense, sementara Pasal 5, 11, dan 11A mengatur secara khusus tentang bentuk usaha tetap (BUT), penyusutan, dan amortisasi.

Baca Juga  Mengenal Pajak Natura, Objek, dan Jenis Pengecualiannya

Tujuan utama dari pengeluaran yang dapat dibiayakan ini adalah untuk mengurangi beban PPh dengan memperhitungkan biaya-biaya yang diperlukan dan wajar dalam menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Dengan demikian, pengeluaran ini membantu dalam menciptakan gambaran yang lebih akurat tentang pendapatan bersih yang sebenarnya diperoleh dan yang akan dikenai pajak.

Apa itu “non-deductible expenses”?

Berkebalikan dengan deductible expenses, pengeluaran yang tidak dapat dibiayakan sebagai pengurang pajak atau non-deductible expenses adalah biaya-biaya yang tidak diizinkan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto. Alasan utama pengeluaran ini tidak dapat dikurangkan adalah karena biaya tersebut dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.

Biaya-biaya tersebut juga tidak diakui oleh hukum pajak sebagai layak untuk dikurangkan, dan oleh karena itu, tidak dapat digunakan untuk mengurangi penghasilan kena pajak. Akibatnya, perusahaan harus membayar pajak atas pengeluaran non-deductible ini, karena tidak memengaruhi kewajiban pajak mereka.

Apa saja contoh “deductible expenses” dan “non-deductible expenses”?

Beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dibagi menjadi dua golongan, yaitu beban dengan masa manfaat tidak lebih dari satu tahun, yang merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, dan beban dengan masa manfaat lebih dari satu tahun, yang pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Beberapa contoh biaya yang dapat menjadi deductible expense meliputi biaya pembelian bahan, upah, gaji, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya promosi, biaya administrasi, dan pajak selain PPh.

Baca Juga  Biaya “Entertainment”: Definisi, Syarat, dan Daftar Nominatif

Selain itu, ada biaya tertentu yang dikecualikan dalam Pasal 9 UU PPh sehingga dapat menjadi deductible expense, seperti premi asuransi yang dibayarkan oleh pemberi kerja dan dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak, serta pemberian makanan dan minuman yang merupakan natura tetapi dapat menjadi deductible expense jika disediakan bagi seluruh pegawai. Namun, semua biaya ini tetap harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam aturan turunan UU PPh, seperti batasan untuk biaya bunga dan promosi yang tidak dapat sepenuhnya dikurangkan dari penghasilan bruto.

Di sisi lain, contoh nyata dari pengeluaran non-deductible termasuk biaya operasional perusahaan yang tidak terkait langsung dengan kegiatan usaha yang menghasilkan pendapatan kena pajak, serta pengeluaran pribadi yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan. Dalam aturan pajak PPh baik untuk individu maupun perusahaan, pengeluaran non-deductible ini termasuk dalam kategori pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari pajak yang harus dibayar.

Ini berarti bahwa biaya-biaya seperti pengeluaran pribadi, denda, dan biaya yang tidak terkait dengan penghasilan kena pajak, harus ditanggung sepenuhnya oleh pembayar pajak dan tidak mengurangi jumlah pajak yang terutang. Beberapa contoh non-deductible expenses lainnya yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) adalah pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun termasuk dividen dan pembagian sisa hasil usaha (SHU) koperasi; biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi sekutu, pemegang saham atau anggota; pembentukan atau pemupukan dana cadangan; serta natura atau kenikmatan dalam UU HPP yang telah dihapus.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *