Menu
in ,

Zakat Bisa Jadi Pengurang Pajak, Begini Ketentuannya!

Zakat Pengurang Pajak

FOTO: IST

Zakat Bisa Jadi Pengurang Pajak, Begini Ketentuannya!

Pajak.com, Jakarta – Di bulan suci Ramadan, umat Islam di seluruh Indonesia menjalankan berbagai ibadah, termasuk kewajiban membayar zakat. Namun, tahukah Anda bahwa zakat yang dibayarkan melalui lembaga resmi bisa mengurangi pajak yang harus dibayar? Pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP), memberikan fasilitas pengurangan pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang menyalurkan zakat atau sumbangan keagamaan melalui lembaga yang telah disahkan oleh pemerintah.

Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh), yang telah mengalami perubahan terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dengan aturan ini, zakat yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi atau badan usaha kepada lembaga keagamaan resmi, seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang disahkan pemerintah, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yang dikenai pajak (taxable income).

Namun, perlu dipahami bahwa zakat tidak serta-merta langsung mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar, melainkan mengurangi penghasilan bruto yang menjadi dasar perhitungan PPh. Dengan demikian, jumlah pajak yang dibayarkan akan lebih rendah dibandingkan jika zakat tidak dimasukkan dalam perhitungan pajak.

Dalam ajaran Islam, terdapat dua jenis zakat utama, yaitu zakat fitrah dan zakat mal (harta). Zakat fitrah wajib dikeluarkan menjelang Idulfitri sebagai bentuk penyucian jiwa, sedangkan zakat mal dikenakan pada harta tertentu yang telah memenuhi syarat nisab (batas minimal harta yang wajib dizakati) dan haul (berlalu satu tahun kepemilikan).

Beberapa jenis zakat mal yang bisa dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi:

  • Zakat penghasilan (zakat profesi).
  • Zakat emas dan perak.
  • Zakat perdagangan.
  • Zakat pertanian.
  • Zakat peternakan.
  • Zakat investasi.
  • Zakat rikaz (barang temuan).

Namun, agar dapat digunakan sebagai pengurang pajak, zakat harus dibayarkan melalui lembaga resmi yang telah disahkan oleh pemerintah. Jika disalurkan secara langsung tanpa melalui BAZNAS atau LAZ resmi, maka zakat tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Ilustrasi Penghitungan Pajak dengan Zakat

Agar lebih mudah dipahami, berikut adalah contoh perhitungan pengurangan pajak menggunakan zakat:

Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terutang

Hilal, seorang karyawan tetap yang berstatus lajang tanpa tanggungan, memperoleh penghasilan tahunan sebesar Rp250.000.000 pada tahun 2024. Sebagai seorang Muslim yang taat, ia membayar zakat penghasilan sebesar 2,5 persen melalui lembaga amil zakat resmi.

Penghasilan Bruto = Rp250.000.000

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) = Rp54.000.000

Zakat per Tahun = 2,5% x Rp250.000.000 = Rp6.250.000

Karena zakat dibayarkan ke lembaga amil resmi, maka zakat tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Penghasilan Kena Pajak (PKP) setelah Zakat:

Rp250.000.000 – Rp6.250.000 – Rp54.000.000 = Rp189.750.000

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023, Hilal dikenakan tarif efektif rata-rata (TER) kategori A sebesar 9 persen, sehingga pajak yang harus dibayar dihitung sebagai berikut:

PPh 21 setelah pengurangan zakat = Rp189.750.000 x 9% = Rp17.077.500

Jika Hilal tidak menggunakan fasilitas pengurangan pajak dari zakat, maka pajaknya akan dihitung berdasarkan penghasilan sebelum dikurangi zakat:

PPh 21 tanpa pengurangan zakat = Rp250.000.000 x 9% = Rp22.500.000

Dari perhitungan di atas, Hilal mendapatkan penghematan pajak sebesar Rp5.422.500 atau sekitar 24,1 persen lebih rendah dibandingkan jika ia tidak memanfaatkan zakat sebagai pengurang pajak.

Dengan adanya fasilitas pengurangan pajak melalui zakat, umat Islam di Indonesia dapat menjalankan kewajiban agamanya sekaligus mendapatkan manfaat fiskal. Kebijakan ini tidak hanya meringankan beban pajak, tetapi juga mendorong optimalisasi pemanfaatan zakat melalui lembaga resmi, yang pada akhirnya berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat penerima zakat.

Perlu Anda ingat bukti pembayaran zakat harus disimpan dan dilampirkan dalam laporan SPT Tahunan sebagai dokumen pendukung.

Dengan memahami ketentuan ini, Wajib Pajak dapat mengoptimalkan kewajiban perpajakannya secara sah dan efektif, serta berkontribusi dalam menciptakan sistem pajak yang lebih adil dan berkeadilan.

Leave a Reply

Exit mobile version