in ,

Urgensi Badan Penerimaan Negara, Haula Rosdiana: Amanah Konstitusi

Urgensi Badan Penerimaan Negara
FOTO: IST

Urgensi Badan Penerimaan Negara, Haula Rosdiana: Amanah Konstitusi

Pajak.com, Jakarta – Guru Besar Kebijakan Publik Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) Haula Rosdiana menegaskan bahwa jika menelisik dari perspektif atau paradigma system thinking, urgensi pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) merupakan amanah dari konstitusi yang perlu dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Hal itu ia sampaikan dalam acara Diskusi Ilmiah Perpajakan bertajuk Reformasi Institusional Perpajakan Dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Emas 2045, di Auditorium EDISI 2020, Fakultas FIA UI, Selasa (4/6).

Sebelumnya, diketahui bahwa Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas telah menyusun Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025, pemerintah akan melakukan pembenahan kelembagaan perpajakan melalui pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara. Badan ini dibentuk dengan tujuan peningkatan rasio pajak, sehingga anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dapat menyediakan ruang belanja yang memadai untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.

Dalam pemaparannya yang berjudul “Urgensi Badan Penerimaan Negara untuk Indonesia Emas: Perspektif (Paradigma) System Thinking”, Haula membeberkan beberapa faktor yang melatarbelakangi urgensi pembentukan BPN, pertama, lembaga perpajakan di Indonesia masih menganut traditional bodies dengan otonomi yang teramat sangat minim. Bahkan, menurut teori dapat dikatakan, sama sekali tidak mempunyai kewenangan yang otonom. Padahal, kelembagaan berperan sangat penting untuk mengatur dan mendistribusikan sumber daya agar dapat tercipta optimalisasi sumber daya untuk mencapai tujuan kebijakan—mensimplifikasi administrasi perpajakan, peningkatan kepatuhan, optimalisasi penerimaan, sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat.

“Kita menghadapi begitu banyak kompleksitas dan ketidakpastian, apakah sekarang dengan kelembagaan yang ada, seperti Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah agile? sudah cukup adaptif? Silakan merefleksikan diri. Maka, nantinya BPN menjadi instrumen politik yang dapat memperkuat legitimasi dan trust, khususnya political trust dan social trust, guna mempererat relasi antara negara dan rakyat dalam nation building, serta menciptakan kebijakan perpajakan terintegrasi dan layanan administrasi perpajakan yang efektif,” ungkap Haula.

Kedua, faktor tren penurunan rasio pajak dalam beberapa tahun belakangan. Haula mencatat, rasio pajak Indonesia berada di bawah rata-rata negara Asia Pasifik (sebesar 19,8 persen) dan di bawah rata-rata negara OECD (34,1 persen) pada tahun 2021.

Baca Juga  Komwasjak Gandeng FIA UI, Gali Perspektif Urgensi Pembentukan Badan Penerimaan Negara 

“Selama ini pencegahan tax fraud tidak optimal dan tidak agile menghadapi aggressive tax planning dan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Maka, BPN memiliki tujuan untuk menciptakan mutual trust antara negara dan rakyat melalui politik perpajakan yang transformatif dan berkeadilan, sehingga bisa mendorong kepatuhan. Dengan meningkatnya kepatuhan, maka penerimaan negara menjadi lebih optimal dengan revenue ratio sebesar 23 persen pada tahun 2029 demi tercapainya kesejahteraan masyarakat,” ujar Haula.

Ketiga, BPN sebagai manifestasi dari kesetiaan pada konstitusi. Haula menegaskan, pembentukan BPN merupakan amanat konstitusi yang tertuang dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan UU Nomor 39 Tahun 2008.

“Kalau dulu, DJP digabungkan di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu), fine.  Karena memang dulu pajak ada dalam Pasal 23 (menjadi satu dengan anggaran, belanja dan keuangan negara). Adanya amandemen ketiga UUD 1945 (November 2001), di mana pajak diatur tersendiri dalam Pasal 23A yang berbunyi ‘pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang’. Dalam perspektif system thinking, ini menunjukkan bahwa pajak ini jadi urusan tersendiri, urusan khusus, menjadi satu hal yang sangat penting. Maka, seharusnya urusan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa, tidak digabungkan dengan urusan yang lain,” tegas Haula.

Dengan menggunakan paradigma berfikir sistem, Pasal 23A sejatinya mempunyai makna bahkan implikasi yang lebih luas, antara lain menyangkut kelembagaannya.

“Kata “pajak dan pungutan lain untuk kepentingan negara” mempunyai implikasi perlunya badan atau lembaga untuk memungut pajak dan pungutan tersebut,” imbuh Haula.

Konstruksi pembentukan BPN 

Kendati demikian, urgensi tersebut memerlukan konstruksi yang kokoh agar kelembagaan BPN mampu menghadirkan atap kesejahteraan rakyat. Haula menegaskan bahwa konstruksi BPN harus ditopang oleh pilar-pilar dan lapisan fondasi.

Ia mengelaborasi, BPN harus didesain dengan pilar fasilitas dan instrumen pelayanan yang lengkap. Pilar ini berisi instrumen pelaporan tunggal, sederhana, komprehensif dan mudah. Terdapat pula akses informasi yang cepat melalui penyuluhan maupun sosialisasi dan layanan.

Kemudian, pilar komunikasi politik pajak, yang berisi konfirmasi data giat ekonomi tahun berjalan pada pajak, pembahasan temuan pemeriksaan, penyampaian publik terhadap pemanfaatan uang pajak, dan pemberian preferensi akses ekonomi bagi pembayar pajak.

Ending dari tujuan BPN adalah bagaimana memperbaiki relasi antara negara dengan rakyat. Rasio penerimaan negara optimal paling tidak 23 persen adalah outcomes, itu bukan sekadar mengejar angka. Paling penting adalah kesejahteraan rakyat. Kita berkaca dari Filipina yang melakukan reformasi perpajakan pada era Duterte (Presiden Filipina Rodrigo Duterte) dengan tagline ‘Tax Reform is about Investing in our Country’s Future: From Stability to Prosperity’ . Bagaimana dia juga memastikan penerimaan pajak disalurkan untuk menyejahterakan masyarakat dan itu cukup berhasil,” ujar Haula.

Selanjutnya, pilar law enforcement, antara lain mengenai pemeriksaan khusus karena kondisi tertentu, pemeriksaan bukti permulaan yang terindikasi melakukan tindak pidana perpajakan, sampai dengan penyidikan.

“Sebagai contoh, sistem perpajakan ke depan adalah menghilangkan tahapan keberatan. Jadi, pemeriksaan itu hanya empat bulan. Apabila pembayar pajak tidak puas dengan hasil pemeriksaan dia bisa minta QA (quality assurance). Jika QA dia masih enggak puas, tetap langsung ke banding. Jadi, berapa bulan itu penyelesaian sengketa pajak bisa kepotong? Artinya lebih efektif,” jelas Haula.

Haula menegaskan bahwa ketiga pilar itu akan ditopang oleh beberapa lapisan fondasi, yaitu Pasal 23A dan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945; peraturan dan kebijakan perpajakan, dukungan politik; transformasi kelembagaan; serta big data, integrasi data, dan artificial intelligence.

“Akhirnya, layanan perpajakan akan cepat, murah, dan pasti. Banyak sistem-sistem yang bisa dipangkas, ada kebijakan satu data. Contoh, data impor bisa dipakai oleh DJP, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Bea Cukai). Dengan demikian, semua sistemnya dapat memberikan kepastian bagi Wajib Pajak maupun negara. Jangan sampai negara dirugikan karena banyak transaksi yang TBTS (Tidak Berdasarkan Transaksi Sebenarnya). Bayangkan, refund (restitusi), ternyata bukan haknya,” ujar Haula.

BPN turut didesain dengan mengintegrasikan seluruh peraturan perpajakan, sehingga semakin memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak. Hal ini untuk memitigasi ketidakkonsistenan pemberian fasilitas perpajakan sehingga menggugurkan tujuan peningkatan daya saing usaha.

“Untuk mengintegrasikan kebijakan, aturan, dan peningkatan kapasitas administrasi itu harus punya power dan authority. Keberhasilan BPN juga tergantung oleh leadership-nya. Pemimpin BPN juga harus memiliki keahlian, maka the right man on the right place juga sangat penting. Sekali lagi, BPN bukan masalah politik, bukan maunya siapa pun, tetapi kita taat dengan konstitusi. Maka, kita coba, jangan takut dengan perubahan. Jika perubahan dilaksanakan dengan baik dan benar, maka saya yakin bahwa kesejahteraan akan lebih baik, Indonesia akan lebih baik dengan adanya BPN,” pungkas Haula.   

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *