in ,

Sri Mulyani: Dua Pilar Pajak Global Menunggu Kesepakatan 1 Negara

Sri Mulyani: Dua Pilar
FOTO: dok. Instagram Sri Mulyani

Sri Mulyani: Dua Pilar Pajak Global Menunggu Kesepakatan 1 Negara

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis dengan sejumlah strategi dan kebijakan untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan, termasuk memonitor dua pilar yang diinisiasi oleh Economic Co-operation and Development (OECD)/G20. Ia mengungkapkan bahwa konsensus untuk menangkal penghindaran pajak global ini tengah menunggu kesepakatan satu negara.

Sekilas mengulas, dua pilar itu merupakan inisiatif OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (IF) dan telah disepakati oleh negara anggota, termasuk Indonesia.  Secara umum, Pilar I merupakan usulan solusi daru OECD/G20 untuk menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil dalam konteks ekonomi digital. Sementara, Pilar II berisi usulan solusi sebagai upaya mengurangi kompetisi pajak sekaligus melindungi basis pajak yang dilakukan melalui penetapan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan minimum yang efektif secara global, yakni sebesar 15 persen.

“Kita menjaga dan terus memonitor dua perjanjian perpajakan global. Karena ini ini sudah dan sering menjadi perhatian diseluruh diskusi sangat intens di G20. Tinggal satu negara (yang belum menyepakati) dan mengenai dua pilar dalam hal ini dan bagaimana mereka bisa mengadopsi, maka kemudian dia akan menimbulkan global taxation agreement, terutama untuk dua pilar, minimum taxation, dan dari sisi pajak dari perusahaan multinasional, terutama digital,” ungkap Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di Gedung DPR, Jakarta, dikutip Pajak.com, (6/6).

Sebelumnya, saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di bawah Presidensi India pada September 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan bahwa para pemimpin G20 menegaskan kembali komitmen untuk menerapkan paket pajak internasional dalam dua pilar dengan cepat.

“Negara G20 menyambut baik kemajuan signifikan yang dicapai pada Pilar I dan selesainya pengembangan peraturan subjek pajak (subject to tax rule/STTR) pada Pilar II,” ungkap Jokowi.

Indonesia menyatakan sikap bahwa implementasi dua pilar secara bersamaan sangat penting dalam reformasi sistem perpajakan internasional. Karena dua pilar ini akan memberikan jaminan terhadap keadilan, hak pemajakan antar negara, dan memberantas praktik penghindaran pajak melalui Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

Baca Juga  Siap Adopsi Pilar 2, Apa Dampaknya bagi Indonesia?

Pada kesempatan yang berbeda, Senior Manager Divisi Transfer Pricing PT Pro Visioner Konsultindo Ramos Pardamean Purba menyoroti secara spesifik manfaat penerapan pilar II bagi Indonesia. Ia meyakini bahwa penerapan Pilar II bertujuan untuk memastikan perusahaan membayar pajak dengan tepat dan adil, khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia.

“Pilar II bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan besar, terutama yang beroperasi di banyak negara, membayar pajak dengan adil. Ini penting, karena terkadang perusahaan-perusahaan ini membayar pajak yang sangat sedikit dengan menggunakan cara legal untuk memindahkan keuntungan mereka ke negara dengan pajak rendah,” jelasnya kepada Pajak.com pada beberapa waktu lalu.

Ramos menilai, Indonesia telah menunjukkan dukungannya terhadap perubahan pajak global melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.

“Dalam Pasal 53 dan 54 PP Nomor 55 Tahun 202, Indonesia meletakkan dasar untuk memajaki perusahaan multinasional, terutama berfokus pada keuntungan ekonomi digital dan memastikan perusahaan-perusahaan ini membayar pajak minimum sesuai dengan standar global. Dengan adanya dasar ini, maka kita akan menunggu peraturan-peraturan turunan yang akan menjadi panduan dalam pelaksanaan Pilar II ini,” pungkasnya.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *