PPN 12 Persen Berlaku 1 Januari 2025, IKPI Yakin Akan Tingkatkan Stabilitas Fiskal
Pajak.com, Jakarta – Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld meyakini, pemberlakuan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025 akan meningkatkan stabilitas fiskal serta memperbaiki distribusi ekonomi. Pasalnya, optimalisasi penerimaan PPN akan mengoptimalkan penerimaan negara.
Hal tersebut disampaikan oleh Vaudy dalam Seminar Akademik Kontroversi Kenaikan PPN 12 Persen bertajuk ”Meet Old Tax law, Greet New PPN 12%”, yang diselenggarakan oleh Universitas Pelita Harapan (UPH), di kampus Semanggi, pada (18/12).
Ia juga mengingatkan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 ke 12 persen telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Regulasi ini merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Diskusi saat ini yang menjadi pertanyaan, mengapa (menaikkan) PPN? Karena kenaikan PPN dipercaya paling rendah pengaruhnya terhadap perekonomian karena menyentuh konsumsi bukan produksi. Penerimaan PPN kita juga sangat dipengaruhi oleh GDP (Gross Domestic Product), terutama sektor rumah tangga, sehingga kenaikan PPN dipercaya mendongkrak rasio pajak,” ungkap Vaudy, dikutip Pajak.com, (19/12).
Kendati demikian, tren penerimaan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan GDP rumah tangga masih perlu dioptimalkan. Pada tahun 2020, realisasi PPN dan PPnBM menurun akibat COVID-19 menjadi sebesar Rp 450 triliun dengan GDP rumah tangga pada level 5,06 persen. Dibandingkan pada tahun 2019 yang mencatatkan realisasi PPN dan PPnBM sebesar Rp 532 triliun dengan GDP rumah tangga 5,93 persen.
Meskipun pada 2023 terjadi kenaikan sebesar Rp 764 triliun dengan GDP rumah tangga pada tingkat 6,39 persen, Vaudy menilai kontribusi PPN dan PPnBM masih bisa dioptimalkan.
”Penyebab rendahnya persentase PPN ke GDP rumah tangga ini karena kegiatan ekonomi yang belum terjaring sistem pengenaan yang ada atau underground economy. Belum lagi adanya kebijakan pemerintah yang berupaya memberikan fasilitas PPN, baik berupa pembebasan maupun penurunan tarif. Ditambah lagi kapasitas sistem dan keterbatasan DJP dalam menguji kepatuhan Wajib Pajak,” ungkap Vaudy.
Dengan demikian, ia berharap kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen mampu meningkatkan stabilitas fiskal—mendongkrak penerimaan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Terlebih mulai 1 Januari tahun 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan mengimplementasikan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau core tax sebagai upaya pemerintah mempermudah administrasi perpajakan sekaligus meningkatkan kepatuhan.
”Administrasi perpajakan Indonesia berpeluang besar dalam memperkuat penegakan kepatuhan dan meningkatkan efisiensi secara keseluruhan,” imbuh Vaudy.
Ia juga memastikan komitmen IKPI untuk membantu pemerintah meningkatkan kepatuhan perpajakan, termasuk mengedukasi Wajib Pajak terkait tujuan pemberlakuan tarif PPN 12 persen.
Comments