in ,

PPMSE Resmi Berperan sebagai Importir, Apa Tanggung Jawabnya?

PPMSE Resmi Berperan sebagai Importir
FOTO: Tiga Dimensi

PPMSE Resmi Berperan sebagai Importir, Apa Tanggung Jawabnya?

Pajak.com, Jakarta – Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) resmi berperan sebagai importir dalam kegiatan mendatangkan barang kiriman dari luar negeri masuk ke Indonesia. Sebagai informasi, PPMSE adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk perdagangan. Ketentuan PPMSE selaku importir telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 (PMK 96/2023) tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak Atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman. Lantas, apa tanggung jawab PPMSE selaku importir?

Tax Compliance and Audit Supervisor TaxPrime Gita Dewanggi Putri memberikan pandangannya mengenai ketentuan dalam PMK 96/2023 tersebut. Gita mengatakan hal itu akan memberikan kejelasan mengenai posisi dan kewajiban para pelaku usaha sebagai importir atau penerima barang kiriman. Ia menerangkan dalam beleid sebelumnya, yakni PMK 199/2019, PPMSE dianggap sebagai mitra Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) dan bukan importir. Artinya, PPMSE hanya menjadi pihak ketiga yang memajang barang impor melalui platform penjualan elektronik. Namun kini, pemerintah memperlakukan PPMSE sebagai importir.

“Menurut saya, PMK 96/2023 sudah cukup tepat untuk memberi kejelasan siapa yang bertanggung jawab atas impor barang kiriman, sehingga ditetapkanlah PPMSE sebagai importir,” ujarnya kepada Pajak.com di Kantor TaxPrime, Menara Kuningan, Jakarta, (28/6).

Baca Juga  Pajak Tinggi untuk Sekolah Gratis? Ini Penjelasan Sri Mulyani

Layaknya importir, lanjut Gita, PPMSE harus menjalankan sejumlah kewajiban. Di antaranya, membayar bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, atau pajak dalam rangka impor (PDRI). Selain itu, PPMSE sebagai importir juga harus melaporkan barang-barang kiriman yang diimpor ke Indonesia, yakni melalui dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) atau pemberitahuan impor barang khusus (PIBK). Bedanya, PIB digunakan apabila importir merupakan badan usaha, sedangkan PIBK ketika importirnya bukan merupakan badan usaha. Ia menuturkan, dengan demikian, pemerintah khususnya DJBC dapat memantau rincian transaksi, nilai, dan pengangkutan barang kiriman yang tiba di Indonesia.

“Dengan menjadi importir, terdapat pertukaran data atas barang kiriman yang transaksinya dilakukan melalui PPMSE, sehingga DJBC dapat memantau ataupun mengetahui identitas penjual, nama penerima barang, uraian barang hingga harga sebenarnya dari barang kiriman tersebut,” kata Gita.

Selanjutnya, Gita memaparkan definisi dan kedudukan PPMSE selaku importir yang diatur dalam PMK 96/2023. Dia menjelaskan peraturan menteri tersebut mengatur ada dua jenis PPMSE. Pertama, PPMSE berupa retail on-line. Retail on-line adalah pedagang atau merchant yang melakukan perdagangan melalui sistem elektronik dengan sarana berupa website atau aplikasi secara komersial, di mana website dan aplikasi tersebut merupakan milik bisnis retail on-line itu sendiri. Contoh retail on-line adalah Amazon dan eBay.

Baca Juga  Tingkatkan Kepercayaan Publik, Bea Cukai Lanjutkan Penyelarasan Sistem IT

“Dapat dipahami terlebih dahulu bahwa PPMSE yang dimaksud dalam PMK ini meliputi retail on-line, yakni pedagang atau merchant yang melakukan perdagangan melalui sistem elektronik dengan sarana berupa website atau aplikasi secara komersial yang dibuat, dikelola, dan/atau dimiliki sendiri,” jelas Gita.

Kedua, PPMSE berupa lokapasar atau marketplace. Itu merupakan penyedia sarana yang sebagian atau keseluruhan proses transaksi berada di dalam sistem elektronik berupa situs web atau aplikasi secara komersial sebagai wadah bagi pedagang untuk dapat memasang penawaran barang dan jasa. Contoh lokapasar atau marketplace adalah Shopee, Tokopedia, dan Blibli.

Sebagai informasi, barang kiriman adalah barang yang dikirim melalui penyelenggara pos sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos. Karena masuk dalam satu ekosistem impor dan ekspor barang kiriman, Gita menjelaskan penyelenggara pos adalah badan usaha yang menyelenggarakan pos dan bertindak sebagai pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) dalam pengurusan impor atau atau ekspor barang kiriman. Ada dua jenis penyelenggara pos, yaitu Penyelenggara Pos Yang Ditunjuk (PPYD) dan Perusahaan Jasa Titipan (PJT).

Sejalan dengan itu, Gita menerangkan apabila barang kiriman yang didatangkan ke Indonesia merupakan hasil perdagangan melalui PPMSE, maka PPMSE tersebut diperlakukan sebagai importir. Ia pun menyebutkan dalam hal barang kiriman merupakan barang hasil perdagangan melalui PPMSE, ada dua pihak yang diperlakukan sebagai importir barang kiriman. Itu terdiri dari PPMSE yang berkedudukan di dalam Daerah Pabean alias Indonesia dan badan usaha yang berkedudukan di dalam Daerah Pabean yang telah ditunjuk sebagai perwakilan PPMSE yang berkedudukan di luar Daerah Pabean.

Baca Juga  Pahami Hak dan Kewajiban PKP atas PPN

Menurut Gita, perubahan dalam PMK 96/2023, termasuk perlakuan PPMSE sebagai importir, bertujuan memudahkan dua belah pihak, yakni pelaku usaha serta DJBC yang mengawasi kegiatan impor dan ekspor barang kiriman. Itu karena PMK 96/2023 mengatur kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas importasi barang kiriman. Ia menilai pembaruan aturan memang diperlukan, terlebih lagi mengikuti perkembangan zaman digitalisasi seperti sekarang ini. Ia juga mengingatkan konsultan pajak berperan untuk terus menginformasikan pembaruan regulasi kepada Wajib Pajak ataupun masyarakat luas.

“Kita sebagai konsultan pajak memang harus terus update mengenai peraturan-peraturan terbaru dan tentunya harus membantu pemerintah dalam menginformasikan ke masyarakat, khususnya Wajib Pajak, terkait arah dan tujuan aturan yang dikeluarkan pemerintah,” pungkas Gita.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *