Menu
in ,

Penelitian OECD Terbaru Peringatkan Risiko di Balik Insentif PPh Badan untuk Investasi Ramah Lingkungan, Ini Lengkapnya!

PPh Badan Ramah Lingkungan

FOTO: IST

Penelitian OECD Terbaru Peringatkan Risiko di Balik Insentif PPh Badan untuk Investasi Ramah Lingkungan, Ini Lengkapnya!

Pajak.comJakarta – Dalam upaya global untuk mengurangi emisi karbon dan mencapai target nol emisi (net zero emissions), banyak negara mulai mencari cara untuk mendorong investasi di sektor energi bersih dan teknologi ramah lingkungan. Salah satu pendekatan yang mulai disoroti oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) adalah insentif Pajak Penghasilan (PPh) badan (Corporate Income Tax/CIT) sebagai instrumen penting dalam mendukung proyek dekarbonisasi. Namun, bagaimana sebenarnya PPh badan memengaruhi investasi di proyek-proyek ramah lingkungan? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan penelitian OECD terbaru berjudul Corporate Income Tax, Investment, and the Net-Zero Transition: Issues for Consideration.

PPh Badan dan Dampaknya terhadap Investasi Hijau

Sistem PPh badan, yang mengatur pajak atas pendapatan perusahaan, memainkan peran penting dalam keputusan investasi bisnis, termasuk investasi terkait mitigasi perubahan iklim. PPh badan, dengan menaikkan biaya modal untuk bisnis, dapat mengurangi insentif perusahaan untuk melakukan investasi, terutama dalam proyek-proyek energi bersih/investasi hijau. Ini berarti bahwa perusahaan mungkin menunda atau bahkan membatalkan investasi yang sebenarnya dibutuhkan untuk mencapai target dekarbonisasi.

Penelitian OECD menunjukkan bahwa PPh badan meningkatkan biaya investasi swasta, sehingga memunculkan disinsentif bagi investasi—termasuk investasi dalam teknologi bersih.

“Ini disebabkan oleh kenaikan biaya modal yang diterapkan pajak terhadap investor, yang membuat jumlah investasi ‘pada margin’ berkurang. Untuk memastikan bahwa investasi bersih yang menguntungkan sebelum pajak tetap menguntungkan setelah pajak, disinsentif dari PPh badan terhadap investasi marginal perlu diminimalkan,” kata peneliti OECD, dikutip Pajak.com, Sabtu (5/4).

Selain itu, dampak PPh badan tidak hanya memengaruhi jumlah investasi, tetapi juga jenis investasi, lokasi, serta bagaimana investasi tersebut didanai. Studi-studi sebelumnya telah membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat PPh badan, semakin kecil kemungkinan perusahaan melakukan investasi. Namun, beberapa teknologi bersih, seperti energi terbarukan, yang memiliki biaya modal tinggi sering kali terkena penalti pajak karena ketentuan capital allowances yang tidak terindeks. Hal ini menjadi masalah signifikan bagi aset-aset jangka panjang.

Insentif Pajak untuk Investasi Hijau

Peneliti OECD mengemukakan, untuk mengatasi dampak negatif dari PPh badan terhadap investasi ramah lingkungan, banyak negara mulai menawarkan insentif pajak untuk mendorong investasi dalam proyek-proyek bersih.

“Insentif ini dapat berbentuk pengurangan tarif pajak, pengecualian pajak, atau pengurangan biaya modal. Di Amerika Serikat (AS), misalnya, Undang-Undang Pengurangan Inflasi (Inflation Reduction Act) secara eksplisit menawarkan insentif pajak untuk investasi energi bersih, yang diharapkan dapat mendorong lebih banyak proyek dekarbonisasi,” jelas peneliti OECD.

Namun, OECD mengingatkan bahwa desain insentif pajak sangat penting untuk keberhasilannya. Beberapa insentif pajak mungkin tidak efektif dalam mendorong investasi baru, melainkan hanya memberikan keuntungan bagi proyek yang sudah akan berjalan.

Selain itu, insentif pajak yang buruk desainnya dapat menciptakan distorsi ekonomi dan meningkatkan ketidakadilan. Saat reformasi PPh badan mampu mengurangi distorsi, seperti memberikan recovery biaya modal yang lebih baik atau mengurangi bias antara pembiayaan utang dan ekuitas, dapat meningkatkan investasi bersih. Namun, reformasi yang lebih fundamental seperti allowance for corporate equity atau pajak aliran kas (cash flow taxation) dapat menjadi solusi yang lebih efektif, meskipun implementasinya menantang.

Insentif Pajak yang Bertolak Belakang dengan Tujuan Dekarbonisasi

Meskipun banyak negara mulai menggunakan insentif pajak untuk mendorong proyek energi bersih, OECD juga menyoroti risiko bahwa beberapa insentif pajak justru dapat bertentangan dengan tujuan mitigasi perubahan iklim. Di banyak negara, insentif pajak yang diberikan kepada produsen atau konsumen bahan bakar fosil masih ada dan bahkan signifikan. Artinya, meskipun ada kebijakan untuk mendorong energi bersih, insentif pajak untuk bahan bakar fosil tetap berpotensi merusak upaya dekarbonisasi.

Penelitian OECD juga menemukan bahwa biaya pajak yang efektif untuk proyek pembangkit energi terbarukan seringkali lebih tinggi dibandingkan proyek bahan bakar fosil seperti gas atau batu bara. Di sisi lain, teknologi bersih yang berisiko tinggi seperti hidrogen hijau menghadapi tantangan tambahan karena ketidakpastian teknologi dan kebijakan, serta investasi yang tidak dapat dipulihkan dan berpindah.

“Ketentuan pembatasan dan carryover kerugian yang tidak terindeks semakin memperberat beban investasi ini, terutama di tengah inflasi yang tinggi dan lingkungan suku bunga yang meningkat.”

Apakah Insentif Pajak Solusi yang Tepat?

Penelitian OECD memberikan pandangan bahwa meskipun PPh badan dan insentif pajak memiliki peran penting dalam mendorong investasi bersih, kebijakan ini harus dirancang dengan sangat hati-hati. Insentif pajak berbasis pengeluaran, seperti percepatan penyusutan aset atau pengurangan biaya investasi di awal, mungkin menjadi solusi yang lebih efektif daripada pengurangan tarif pajak. Namun, lebih dari sekadar meningkatkan investasi, yang penting adalah memastikan bahwa investasi ini benar-benar membantu mengurangi emisi dan mendorong transisi menuju energi yang lebih bersih.

Dengan begitu, reformasi sistem PPh badan, termasuk insentif untuk proyek ramah lingkungan, dapat menjadi bagian dari ‘syarat pendukung’ yang diperlukan untuk membuka lebih banyak investasi bersih dan membantu dunia mencapai target net zero.

“Namun, reformasi ini juga perlu didukung oleh kebijakan iklim yang komprehensif, seperti penetapan harga karbon yang kuat, untuk memastikan investasi yang didorong benar-benar mengarah pada pengurangan emisi secara berkelanjutan,” pungkas OECD.

Leave a Reply

Exit mobile version