Pemerintah Bakal Kejar 2.000 Wajib Pajak untuk Genjot Penerimaan Negara
Pajak.com, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan lebih dari 2.000 Wajib Pajak untuk dioptimalkan guna meningkatkan penerimaan negara. Langkah ini merupakan bagian dari inisiatif strategis Kemenkeu dalam mengurangi tax gap dan menggali sumber-sumber pendapatan yang masih berpotensi.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu mengungkapkan bahwa sejak dua bulan lalu, Kemenkeu telah menerapkan berbagai strategi untuk mengantisipasi potensi penurunan penerimaan negara. Salah satu langkah utama adalah transformasi joint program antar eselon I di Kemenkeu. Sinergi antar eselon I di Kementerian Keuangan difokuskan pada analisis terhadap lebih dari 2.000 Wajib Pajak yang telah teridentifikasi, pengawasan kepatuhan pajak serta regulasi lainnya, dan pemeriksaan menyeluruh guna memastikan tidak ada potensi penerimaan yang terlewat.
Selain itu, penelitian intelijen juga dilakukan untuk mengidentifikasi celah pajak dan potensi penghindaran pajak, sehingga sistem perpajakan dapat berjalan lebih efektif dan adil.
“Ada lebih dari 2.000 Wajib Pajak yang kita sudah identifikasi dan kita akan melakukan analisis, pengawasan, pemeriksaan, penelitian intelijen. Ini mudah-mudahan bisa mendapatkan tambahan penerimaan negara,” ujar Anggito dalam konferensi pers, dikutip Pajak.com pada Selasa (18/3/2025).
Kemudian, pemerintah juga tengah memperkuat perpajakan di sektor transaksi digital, baik di dalam maupun luar negeri. Langkah ini mencakup sistem trace and track untuk memastikan kepatuhan dan transparansi dalam transaksi digital.
“Kemudian perpajakan transaksi digital di dalam negeri dan luar negeri termasuk trace and track,” tambahnya.
Digitalisasi juga menjadi fokus utama dalam upaya menekan penyelundupan serta mengatasi peredaran cukai dan rokok ilegal. Pemerintah berharap bahwa dengan sistem digital yang lebih canggih, kebocoran penerimaan negara dari sektor ini dapat diminimalkan.
“Kita juga melakukan program digitalisasi untuk mengurangi adanya penyelundupan maupun untuk mengurangi adanya cukai dan rokok palsu dan salah peruntukan,” jelas Anggito.
Dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP), Kemenkeu mengintensifkan pendapatan dari sektor sumber daya alam seperti batu bara, nikel, timah, bauksit, dan sawit.
“Kita juga mengintensifikasi penerimaan negara, khususnya berasal dari batu bara, nikel, timah, bauksit, dan sawit. Kita nanti akan segera menyampaikan perubahan kebijakan tarif dan layering maupun harga batu bara acuan,” ungkapnya.
Selain itu, pemerintah juga akan memperkuat intensifikasi PNBP pada layanan premium, khususnya untuk segmen menengah ke atas di sektor imigrasi, kepolisian, dan perhubungan.
“Terakhir adalah intensifikasi untuk beberapa PNBP yang sifatnya layanan untuk premium, yang sifatnya untuk yang menengah ke atas. Untuk sektor imigrasi, kepolisian, dan perhubungan kita coba mengintensifikasi untuk mendapatkan tambahan penerimaan,” pungkas Anggito.
Dengan berbagai langkah ini, pemerintah berharap dapat menggenjot penerimaan negara secara signifikan dan menjaga stabilitas keuangan nasional.
Sebagaimana diketahui, penerimaan pajak negara mengalami penurunan signifikan pada awal tahun 2025. Kemenkeu mencatat realisasi penerimaan pajak hingga 28 Februari 2025 hanya capai Rp187,8 triliun. Angka ini turun drastis sebesar 30,19 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp269,02 triliun.
“Penerimaan perpajakan [keseluruhan] Rp240,4 triliun atau 9,7 persen dari target tahun ini,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTA, Kamis (13/3/2025).
Dari total penerimaan perpajakan tersebut, penerimaan pajak tercatat sebesar Rp187,8 triliun atau 8,6 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun. Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp52,6 triliun atau 14,7 persen dari target tahunan.
Comments