Pelaku Industri Kripto Khawatir, PPN 12 Persen Bikin Investor Lari ke Luar Negeri
Pajak.com, Jakarta – Pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen untuk barang/jasa premium mulai 1 Januari 2025. Kepada Pajak.com, Chief Executive Officer (CEO) Indodax Oscar Darmawan mengaku khawatir terhadap kebijakan kenaikan tarif tersebut karena akan membuat investor lari (bertransaksi) ke luar negeri.
Seperti diketahui, pengenaan PPN atas transaksi perdagangan aset kripto diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022. Tarif PPN yang dikenakan sebesar 1 persen dikali dengan nilai transaksi aset kripto dalam hal penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik merupakan pedagang fisik aset kripto. Artinya, saat ini tarif PPN atas transaksi perdagangan aset kripto sebesar 0,11 persen (1 persen dikali tarif PPN 11 persen).
”Tahun depan, tarif PPN (atas transaksi perdagangan aset kripto) jadi 0,12 persen. Biarpun cuma kenaikan single digit, tapi tentunya ikut berpengaruh cukup besar. Karena pola transaksi kripto itu mirip saham. Orang trading bisa taking profit, di keuntungan perbedaan tidak ada 1 persen. Di satu sisi, trader Indonesia kalau beli dari crypto exchange luar negeri tidak dikenakan biaya apa pun. Takutnya ini makin memancing money outflow karena orang lebih suka transaksi di-exchange luar negeri,” ungkap Oscar, (31/12).
Selain itu, ia mengatakan, beberapa bulan lalu investor aset kripto dibebani biaya 0,2 persen dari Commodity Future Exchange (CFE) Bursa Kripto yang teregulasi di Indonesia. Hal tersebut semakin berdampak negatif pada industri aset kripto.
”Beban-beban ini semakin lebar jarak taking profit dari trading-nya,” imbuh Oscar.
Ia berharap, pemerintah kembali mengkaji pembebasan pengenaan PPN terhadap transaksi perdagangan aset kripto. Terlebih, pengawasan aset kripto akan dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menegaskan bahwa jasa keuangan dibebaskan dari PPN.
”Setahu saya, tidak ada produk OJK yang masih dikenakan PPN. Karena semua yang dibawah OJK adalah produk keuangan. Oleh karena itu, dari industri berharapnya tidak dikenakan tarif PPN, sebagaimana pola transaksi serupa produk keuangan lainnya,” harap Oscar.
Di sisi lain, ia memastikan kepatuhan pajak Indodax hingga saat ini yang tecermin dari setoran PPh badan yang sebesar Rp 234 miliar hingga Juni 2024. Indodax juga telah menyetor PPN atas transaksi aset kripto sebesar Rp 350 miliar dari 1 Mei 2022 – Juni 2024.
“Besarnya pajak yang dihasilkan oleh industri kripto dan volume perdagangan yang besar mencerminkan potensi besar sektor ini dalam mendukung pertumbuhan ekonomi negara. Saat ini Indodax memimpin volume perdagangan kripto terbesar di Indonesia dengan total mencapai 15 juta dollar AS (Amerika Serikat),” ungkap Oscar.
Comments