Menu
in ,

Oleh-oleh Usai Lebaran Laris, UMKM Harus Paham Pajaknya

UMKM Paham Pajaknya

FOTO: IST

Oleh-oleh Usai Lebaran Laris, UMKM Harus Paham Pajaknya

Pajak.com, Jakarta – Usai Lebaran, permintaan oleh-oleh khas daerah meningkat tajam, memberikan peluang besar bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk meraup keuntungan. Di tengah lonjakan omzet, UMKM juga perlu paham kewajiban pajaknya agar bisnis tetap berjalan lancar dan patuh terhadap aturan.

UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia dengan kontribusi besar dalam menyerap tenaga kerja serta mendorong investasi. Pemerintah pun telah memberikan berbagai kemudahan agar UMKM dapat menjalankan kewajiban perpajakan dengan lebih sederhana.

Salah satunya adalah penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM dengan tarif 0,5 persen, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022.

Pemerintah juga memberikan insentif bagi Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki omzet hingga Rp500 juta dalam setahun, di mana mereka tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Jika omzet melebihi angka tersebut, barulah dikenakan PPh Final sebesar 0,5 persen dari omzet setelah dikurangi Rp500 juta. Ketentuan ini berlaku selama tujuh tahun sejak Wajib Pajak terdaftar, selama omzetnya masih dalam batas Rp4,8 miliar per tahun.

PPh Final UMKM ini dapat dilunasi dengan cara disetor sendiri oleh Wajib Pajak atau dipotong/dipungut oleh rekanan jika terjadi transaksi yang mengharuskan pemotongan pajak. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164 Tahun 2023 (PMK 164/2023), pembayaran PPh Final UMKM harus dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah akhir masa pajak. Jika PPh Final dipotong atau dipungut oleh pihak lain, maka Wajib Pajak harus menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Unifikasi maksimal 20 hari setelah akhir masa pajak.

Meski demikian, ada pengecualian bagi UMKM dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi jika memenuhi kondisi tertentu, seperti tidak memiliki penghasilan dari usaha, hanya melakukan transaksi pemotongan/pemungutan PPh, atau omzet kumulatif tidak melebihi Rp500 juta sejak masa pajak pertama.

Jika Wajib Pajak telah melakukan penyetoran PPh Final dan memperoleh validasi dengan nomor transaksi penerimaan negara, maka mereka dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi sesuai dengan tanggal validasi tersebut.

Banyak pelaku UMKM yang sebenarnya ingin patuh membayar pajak, tetapi masih bingung dengan cara menghitung dan melaporkannya. Oleh karena itu, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) hadir sebagai mitra UMKM untuk memberikan edukasi dan bimbingan perpajakan. Dengan pemahaman yang baik, UMKM dapat berkembang lebih pesat dan berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional.

Leave a Reply

Exit mobile version