Mengenal Surat Sanggup LPEI, Instrumen Keuangan yang Diberikan Insentif Pajak
Pajak.com, Jakarta – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2024 mengatur pemberian insentif pajak kepada eksportir yang menempatkan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) pada instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan tertentu. Salah satu kriteria instrumen itu adalah berupa Surat Sanggup yang diterbitkan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor (LPEI). Lalu, yang dimaksud dengan Surat Sanggup LPEI? Bagaimana contoh implementasi pembelian instrumen itu? Simak uraian Pajak.com berikut ini.
Pengertian Surat Sanggup yang diterbitkan LPEI
Surat sanggup adalah promissory notes yang merupakan instrumen keuangan yang diterbitkan oleh LPEI. Instrumen ini tidak dapat dialihkan dan dikuasakan.
Adapun LPEI adalah lembaga keuangan khusus milik Pemerintah Indonesia yang didirikan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiyaaan Ekspor Indonesia untuk melakukan Pembiayaan Ekspor Nasional yang diberikan dalam bentuk Pembiayaan, Penjaminan, Asuransi, dan Jasa Konsultasi. Dengan demikian, LPEI 100 persen dimiliki oleh Pemerintah Indonesia yang modalnya tidak terbagi atas saham.
Terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh eksportir dari penempatan dana DHE SDA pada instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan berupa Surat Sanggup yang dananya bersumber dari rekening khusus DHE SDA eksportir di LPEI, dikenai Pajak Penghasilan (PPh) final—berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 2024.
Contoh pembelian Surat Sanggup LPEI
PT Hijau Royo-Royo selaku eksportir SDA yang merupakan debitur LPEI, memasukkan dana DHE SDA ke dalam rekening khusus DHE SDA di LPEI. Kemudian, PT Hijau Royo-Royo memindahkan dana DHE SDA tersebut untuk membeli Surat Sanggup yang diterbitkan oleh LPEI.
Atas bunga yang diterima perusahaan dari Surat Sanggup LPEI, pemerintah mengenakan insentif pajak berupa pengenaan PPh final dengan tarif berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 2024.
Daftar insentif pajak DHE SDA
Untuk penghasilan dari instrumen moneter dan atau instrumen keuangan tertentu yang dananya dalam valuta asing, maka dikenai PPh yang bersifat final. Berikut daftarnya:
- Tarif sebesar 0 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan lebih dari 6 bulan;
- Tarif sebesar 2,5 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan;
- Tarif sebesar 7,5 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan; atau
- Tarif sebesar 10 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan.
Selain itu, untuk penghasilan dari instrumen moneter dan atau instrumen keuangan tertentu yang dananya dikonversi dari valuta asing ke mata uang rupiah, dikenai PPh bersifat final dengan rincian:
- Tarif sebesar 0 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan atau lebih dari 6 bulan;
- Tarif sebesar 2,5 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan; atau
- Tarif sebesar 5 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan.
Baca juga:
PP 22/2024 Terbit, Ketahui Kriteria Instrumen Moneter dan Keuangan yang Diberikan Insentif Pajak
Comments