Kinerja APBN di Jawa Tengah Capai Rp19,04 Triliun Hingga Februari 2025
Pajak.com, Semarang – Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Jawa Tengah terus menunjukkan capaian positif. Hingga 28 Februari 2025, penerimaan APBN di provinsi ini telah mencapai Rp19,04 triliun atau 14,70 persen dari target tahunan.
Capaian ini didukung oleh penerimaan perpajakan, termasuk pajak serta kepabeanan dan cukai, yang mencapai Rp17,81 triliun atau 14,38 persen dari target. Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga mencatatkan realisasi sebesar Rp1,23 triliun atau 21,65 persen dari target.
Di sisi belanja, realisasi APBN Jawa Tengah mencapai Rp16,58 triliun atau 15,90 persen dari pagu, yang terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp2,81 triliun serta belanja transfer ke daerah (TKD) yang telah terserap sebesar Rp13,77 triliun.
Sebagaimana dikutip dari laman Pajak.go.id, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat bahwa, meskipun terdapat tantangan dalam implementasi core tax dan perubahan komposisi wajib pajak akibat sistem Nomor Induk Tunggal Kepabeanan dan Perpajakan (NITKU), penerimaan perpajakan tetap menunjukkan pertumbuhan yang positif di beberapa sektor. Penghentian importasi komoditas beras sempat memengaruhi penerimaan bea masuk, tetapi pemerintah terus melakukan strategi adaptif untuk mengoptimalkan pendapatan negara.
Kontribusi APBD Jawa Tengah dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
Selain penerimaan APBN, kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Tengah juga menunjukkan perkembangan yang baik. Hingga akhir Februari 2025, pendapatan daerah mencapai Rp17,03 triliun atau 15,06 persen dari target, sedangkan Belanja Daerah tercatat sebesar Rp6,57 triliun atau 5,69 persen dari pagu.
Peran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sangat signifikan dalam mendukung perekonomian daerah. Realisasi TKDD mencapai Rp13,77 triliun atau 80,86 persen dari total pendapatan daerah, yang menunjukkan bahwa dukungan pemerintah pusat tetap menjadi faktor utama dalam pembangunan daerah dan penyediaan layanan publik di Jawa Tengah.
Secara luas, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah terus menunjukkan tren positif. Pada kuartal IV 2024, ekonomi provinsi ini tumbuh 4,96 persen, mencerminkan daya tahan ekonomi daerah yang kuat. Stabilitas harga juga tetap terjaga, terlihat dari deflasi pada Februari 2025 sebesar -0,78 persen secara bulanan, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar -0,46 persen secara bulanan.
Optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi juga tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Jawa Tengah yang mencapai 129,6 secara bulanan, lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional yang berada di angka 126,4 secara bulanan. Daya beli petani dan nelayan juga tetap kuat, meskipun mengalami sedikit penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Nilai Tukar Petani (NTP) pada Februari 2025 tercatat di angka 113,01, sedangkan Nilai Tukar Nelayan (NTN) mencapai 100,97.
Dalam upaya mendorong ekonomi berbasis kerakyatan, pemerintah terus memberikan insentif bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui program pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kredit Ultra Mikro (UMi).
Hingga 28 Februari 2025, penyaluran KUR di Jawa Tengah mencapai Rp7,55 triliun, yang diberikan kepada 152 ribu debitur, dengan sektor perdagangan besar dan eceran sebagai penerima manfaat terbesar. Kabupaten Pati mencatatkan penyaluran tertinggi sebesar Rp426 miliar, yang menunjukkan tingginya partisipasi daerah dalam pengembangan UMKM.
Sementara itu, realisasi penyaluran UMi telah mencapai Rp22 miliar untuk 2 ribu debitur, dengan sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya, dan hiburan sebagai sektor utama penerima manfaat. Kabupaten Jepara menjadi daerah dengan penyaluran tertinggi, mencapai Rp7,74 miliar.
Selain mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah juga terus melakukan upaya peningkatan kepatuhan pajak melalui sistem core tax. Sosialisasi sistem ini dilakukan secara masif melalui penyelenggaraan kelas pajak yang dapat diakses oleh Wajib Pajak. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman perpajakan serta mendukung ekosistem perpajakan yang lebih efisien dan transparan.
Selain itu, program edukasi perpajakan bagi Wajib Pajak baru juga terus dioptimalkan, terutama bagi peserta Mandatory Beneficial Ownership (MBO) yang baru terdaftar dalam sistem perpajakan. Dengan semakin banyaknya kelas pajak yang dibuka, diharapkan kepatuhan Wajib Pajak meningkat sehingga penerimaan negara dapat terus tumbuh secara berkelanjutan.
Comments