in ,

Ketentuan Umum Pengajuan Permohonan Kesepakatan “Transfer Pricing”

Ketentuan Umum Pengajuan Permohonan Kesepakatan “Transfer Pricing”
FOTO: IST

Ketentuan Umum Pengajuan Permohonan Kesepakatan “Transfer Pricing”

Pajak.com, Jakarta – Direktur Jenderal Pajak berwenang membuat kesepakatan harga transfer (transfer pricing) dengan Wajib Pajak atau pejabat berwenang mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) untuk menentukan transfer pricing yang wajar sesuai Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU). Kesepakatan berlaku selama suatu periode tertentu berdasarkan permohonan yang disampaikan oleh Wajib Pajak dalam negeri. Mengutip Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 172 Tahun 2023, Pajak.com telah merangkum ketentuan umum pengajuan permohonan kesepakatan transfer pricing. 

1. Direktur Jenderal Pajak dapat melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP);

2. Wajib Pajak dalam negeri dapat menyampaikan permohonan kesepakatan transfer pricing atas transaksi afiliasi berdasarkan:

  • Inisiatif Wajib Pajak, berupa permohonan kesepakatan transfer pricing unilateral, bilateral, atau multilateral; atau
  • Pemberitahuan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak sehubungan dengan permohonan kesepakatan transfer pricing bilateral atau multilateral yang diajukan subjek pajak luar negeri kepada pejabat berwenang mitra P3B.

3. Kesepakatan transfer pricing dapat mencakup seluruh atau sebagian transaksi afiliasi selama periode kesepakatan transfer pricing dan pemberlakuan mundur—dalam hal Wajib Pajak meminta pemberlakuan mundur dalam permohonan kesepakatan transfer pricing;

Baca Juga  Pengertian “Corresponding Adjustment” dan Prosedur Penerapannya

4. Pemberlakuan mundur berlaku sepanjang atas tahun pajak tersebut, meliputi:

  • fakta dan kondisi transaksi afiliasi tidak berbeda secara material dengan fakta dan kondisi transaksi afiliasi yang telah disepakati dalam kesepakatan transfer pricing;
  • Belum kedaluwarsa penetapan;
  • Belum diterbitkan surat ketetapan pajak penghasilan badan;
  • Tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, persidangan tindak pidana di bidang perpajakan, atau menjalani hukuman pidana di bidang perpajakan;

5. Kesepakatan transfer pricing berupa kesepakatan:

  • Kriteria dalam penentuan transfer pricing; dan
  • Penentuan transfer pricing di muka, untuk periode kesepakatan transfer pricing dan pemberlakuan mundur dalam hal Wajib Pajak meminta;

6. Kriteria yang disebut paling sedikit memuat:

  • Identitas pihak afiliasi yang dicakup dalam kesepakatan transfer pricing;
  • Transaksi afiliasi yang dicakup dalam kesepakatan transfer pricing;
  • Metode penentuan transfer pricing yang digunakan;
  • Cara penerapan metode penentuan transfer pricing yang disepakati; dan
  • Asumsi kritis yang memengaruhi penentuan transfer pricing;
Baca Juga  Praktisi Pajak Global: Perubahan Aturan “Transfer Pricing” di Indonesia Beri Kepastian Hukum 

7. Asumsi kritis paling sedikit memuat:

  • Ketentuan kontraktual tertulis dan tidak tertulis terkait transaksi afiliasi;
  • Fungsi yang dilakukan masing-masing pihak yang bertransaksi, aktiva yang digunakan, dan risiko yang diasumsikan terjadi dan ditanggung oleh para pihak tersebut;
  • Karakteristik transaksi dan karakteristik para pihak yang melakukan transaksi afiliasi; dan
  • Kondisi ekonomi yang memengaruhi penentuan transfer pricing;

8. Penentuan transfer pricing di muka dilakukan dengan menerapkan PKKU sesuai kondisi yang telah terjadi dan yang diperkirakan akan terjadi selama periode kesepakatan transfer pricing. 

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *