“Deadline” Pelaporan Diperpanjang 11 April 2025, Ketahui Fakta dan Mitos Seputar SPT Tahunan Ini!
Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memutuskan untuk memperpanjang batas waktu (deadline) pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak orang pribadi hingga 11 April 2025. Masih ada waktu untuk melaporkan kewajiban perpajakan itu di tengah sukacita perayaan Hari Raya Idulfitri dan Nyepi. Pastikan SPT tahunan Anda dilaporkan secara benar untuk memitigasi denda administrasi, bunga, hingga risiko sengketa pajak. Untuk itu, Direktur Taxco Solution Vergia Septiana mengingatkan Wajib Pajak mengetahui fakta dan mitos seputar SPT tahunan sebagai langkah strategis menghindari berbagai macam risiko perpajakan.
“Mitos-mitos seputar pelaporan SPT tahunan sering membuat masyarakat bingung. Penting, untuk memahami fakta sebenarnya agar tidak salah langkah. Misalnya, adanya mitos bahwa tidak perlu lapor SPT jika tidak punya penghasilan. Faktanya, meskipun tidak memiliki penghasilan, Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP [Nomor Pokok Wajib Pajak] tetap harus melaporkan SPT. Anda bisa melaporkan status nihil jika memang tidak ada penghasilan. Sekarang, masih ada waktu untuk lapor SPT Tahunan PPh orang pribadi sampai dengan 11 April 2025,” ujar Vergia dalam sebuah wawancara eksklusif bersama Pajak.com, (27/3). Fakta itu juga yang menggugurkan mitos yang menyebutkan bahwa pelaporan SPT tahunan hanya untuk orang kaya.
Vergia mengingatkan, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) mengamanatkan penerapan sistem self assessment di Indonesia. Secara filosofis, sistem ini memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan SPT tahunan.
Dengan demikian, tidak benar adanya mitos yang menyebut bahwa apabila karyawan sudah membayar dan sudah dipotong PPh oleh perusahaan, maka tidak perlu lagi melaporkan SPT tahunan. Faktanya semua yang memiliki NPWP, wajib lapor SPT tahunan.
“Salah besar juga jika ada anggapan tidak lapor SPT tahunan akan tidak ketahuan. Karena sistem pajak kita sudah modern menggunakan teknologi, apalagi dengan adanya core tax yang memungkinkan DJP mendeteksi ketidaksesuaian laporan, bahkan secara otomatis,” ungkapnya.
Mitos berikutnya yang kerap menjadi momok bagi Wajib Pajak adalah perihal kompleksitas tinggi dalam melaporkan SPT tahunan. Vergia berpendapat, mengisi SPT tahunan sulit dan ribet merupakan persepsi yang sejatinya bisa diatasi Wajib Pajak.
“Melaporkan SPT Tahunan PPh orang pribadi sebenarnya bisa dilakukan dengan mudah jika Anda mengetahui langkah-langkah yang tepat,” imbuhnya.
”Tips” Lapor SPT Tahunan Secara Benar dan Anti-ribet
Vergia membeberkan tips agar lapor SPT tahunan anti-ribet dan sesuai dengan aturan perundang-undangan. Pertama, siapkan kelengkapan dokumen, seperti bukti pemotongan (bupot) pajak (formulir 1721-A1/A2) atau bukti pembayaran pajak, laporan penghasilan tambahan, dokumen pengeluaran yang relevan (jika berlaku), surat kuasa apabila dikuasakan, atau dokumen pendukung lainnya.
Hal terpenting, jangan keliru menggunakan formulir pelaporan SPT tahunan. Vergia menjelaskan, Formulir 1770 S digunakan untuk penghasilan dari satu pemberi kerja, sementara Formulir 1770 jika Wajib Pajak memiliki usaha atau pekerjaan bebas.
Kemudian, semua harta yang dimiliki Wajib Pajak pada akhir tahun pajak wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi. Ini termasuk harta yang berasal dari berbagai sumber, seperti penghasilan, hibah, atau warisan. Tujuannya adalah untuk mencatat kondisi keuangan Wajib Pajak secara transparan,” ujarnya.
Vergia memerinci jenis harta yang wajib dilaporkan, meliputi properti, seperti rumah, apartemen, tanah, atau bangunan lainnya; kendaraan, meliputi mobil, motor, atau kendaraan lainnya; rekening bank dan tabungan, deposito, atau rekening lainnya; investasi saham, obligasi, reksa dana, atau bentuk investasi lainnya; aset perhiasan, karya seni, atau barang berharga lainnya; harta tidak berwujud, misalnya hak kekayaan intelektual atau hak paten.
“Laporkan harta dan utang secara jujur. Sertakan semua harta yang dimiliki pada akhir tahun pajak dan utang yang belum lunas. Transparansi adalah kunci untuk menghindari masalah di kemudian hari,” jelasnya.
Kedua, manfaatkan kanal pelaporan SPT tahunan secara on-line menggunakan e-Filing. Dengan begitu, Wajib Pajak tidak perlu datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk melaporkan kewajiban tersebut. Namun, pastikan Wajib Pajak mengingat Electronic Filing Identification Number (EFIN) untuk bisa mengakses layanan e-Filing.
Ikuti panduan yang sudah DJP sediakan melalui video tutorial pengisian SPT tahunan. Hubungi helpdesk di KPP jika menemui masalah saat pelaporan,” ujar Vergia.
Ketiga, buat daftar penghasilan dan pengeluaran. Catat dengan detail semua penghasilan, baik dari pekerjaan utama maupun sumber lain, serta pengeluaran yang mendukung laporan SPT tahunan.
“Isi data dengan akurat. Masukkan data penghasilan, pengeluaran, dan informasi lain dengan benar. Cek kembali untuk memastikan tidak ada kesalahan input. Kemudian, simpan bukti pelaporan sebagai arsip jika suatu saat diperlukan untuk verifikasi,” tandasnya.
Keempat, jangan menunda lagi untuk lapor SPT tahunan demi menghindari risiko keterlambatan. UU KUP menetapkan batas waktu pelaporan SPT tahunan jatuh pada 31 Maret. Namun, saat ini DJP memperpanjangnya hingga 11 April—sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak (Kepdirjen Pajak) Nomor 79/PJ/2025 tentang Kebijakan Penghapusan Sanksi Administratif atas Keterlambatan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 yang Terutang dan/atau Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2024 Sehubungan dengan Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Dalam Rangka Hari Suci Nyepi (Tahun Baru Saka 1947) dan Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah.
Risiko Terlambat dan Salah Isi SPT Tahunan
Vergia mengingatkan, UU KUP menetapkan sanksi denda keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh orang pribadi sebesar Rp100 ribu, sementara bagi Wajib Pajak badan dikenakan Rp1 juta. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (2b) UU KUP, keterlambatan pembayaran pajak dan pelaporan SPT tahunan dapat dikenakan sanksi administrasi bunga ditetapkan berdasarkan pada bunga acuan ditambah 5 persen dan dibagi 12 yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi. Sanksi administrasi tersebut dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT tahunan sampai dengan tanggal pembayaran.
Selain itu, Vergia juga mengungkapkan adanya potensi kesalahan mengisi SPT tahunan apabila dilakukan secara terburu-buru. Kesalahan mengisi SPT tahunan memiliki risiko timbulnya penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) dan pemeriksaan pajak yang bermuara pada sengketa perpajakan.
“Sengketa tersebut menimbulkan cost of compliance yang tinggi karena Wajib Pajak akan menempuh upaya hukum penyelesaian sengketa pajak melalui jalur keberatan ke DJP, banding atau gugatan ke Pengadilan Pajak, serta peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA),” jelas Vergia.
Merujuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 202/2015, proses pengajuan keberatan memakan waktu maksimal 12 bulan. Jika keberatan ditolak, Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak yang memiliki batas waktu maksimal 12 bulan—sesuai Pasal 37 UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Sementara itu, pengajuan PK ke MA menghabiskan waktu maksimal 12 bulan atau lebih—tergantung kompleksitas sengketa pajak.
Sebagai mitra Wajib Pajak, Taxco Solution pun berupaya membantu orang pribadi maupun badan melaporkan SPT tahunan dengan lebih mudah dan tepat. Dengan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, profesional, dan inovatif, Taxco Solution mendorong kepatuhan Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk memitigasi berbagai risiko perpajakan tersebut.