Bank Dunia Sebut Rasio Pajak Indonesia Terendah di Dunia, Jauh di Bawah Thailand Hingga Malaysia
Pajak.com, Jakarta – Bank Dunia mengungkapkan bahwa rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia, hanya mencapai 9,1 persen pada 2021. Angka ini termasuk terendah di dunia dan jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Kamboja yang mencapai 18 persen, Malaysia 11,9 persen, Filipina 15,2 persen, Thailand 15,7 persen, dan Vietnam 14,7 persen.
Selain itu, tren rasio pajak terhadap PDB di Indonesia menunjukkan penurunan selama satu dekade terakhir. Jika dibandingkan dengan sepuluh tahun sebelumnya, rasio pajak pada 2021 turun sekitar 2,1 persen. Pandemi COVID-19 semakin memperburuk situasi ini, menyebabkan rasio pajak turun drastis menjadi 8,3 persen pada 2020.
“Indonesia secara signifikan mengalami kinerja yang kurang optimal dalam pengumpulan pendapatan pajak. Rasio pendapatan pajak terhadap PDB di Indonesia termasuk yang terendah di dunia,” tulis Bank Dunia dalam laporan terbarunya berjudul Economic Policy: Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia, dikutip Pajak.com pada Rabu (26/3/2025).
PPN dan PPh Badan Masih di Bawah Potensi
Bank Dunia menyoroti bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan Badan (PPh) Badan, sebagai sumber utama penerimaan pajak, masih jauh dari potensi maksimalnya. Pada 2021, kedua jenis pajak ini menyumbang sekitar 66 persen dari total penerimaan pajak, tetapi hanya setara dengan 6 persen dari PDB.
Dibandingkan negara-negara dengan struktur ekonomi serupa, penerimaan dari PPN dan PPh Badan di Indonesia masih tergolong rendah. Beberapa faktor utama yang menyebabkan kondisi ini adalah rendahnya kepatuhan Wajib Pajak, tarif pajak efektif yang masih kecil, serta basis pajak yang sempit.
Bank Dunia mencatat bahwa meskipun Indonesia memiliki kesamaan struktural dan geografis dengan negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Filipina, Kamboja, dan Vietnam, efisiensi pengumpulan pajaknya lebih rendah dibandingkan negara-negara tersebut.
Selain efisiensi yang rendah, Bank Dunia juga menemukan bahwa kesenjangan pajak atau potensi penerimaan yang hilang terus meningkat. Dalam periode 2016 hingga 2021, potensi penerimaan pajak yang hilang dari PPN dan PPh Badan diperkirakan mencapai 6,4 persen dari PDB, atau sekitar Rp944 triliun per tahun.
Sebagai langkah perbaikan, pemerintah telah menerapkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada Oktober 2021. Langkah yang diambil melalui regulasi ini antara lain menaikkan tarif PPN, menghapus beberapa pengecualian pajak, serta membatalkan rencana pengurangan tarif PPh Badan.
Menurut Bank Dunia, implementasi UU HPP ini diperkirakan dapat meningkatkan penerimaan pajak sebesar 0,7 persen hingga 1,2 persen dari PDB per tahun dalam periode 2022 hingga 2025. Namun, tantangan utama yang masih harus diatasi adalah tingginya kesenjangan kepatuhan pajak dan efisiensi sistem perpajakan yang masih di bawah standar negara lain.