in ,

Bank Dunia: Indonesia Berpotensi Kehilangan Penerimaan Rp944 Triliun Akibat Celah Kepatuhan Pajak

Bank Dunia: Indonesia Berpotensi Kehilangan Penerimaan Rp944 Triliun
FOTO: IST

Bank Dunia: Indonesia Berpotensi Kehilangan Penerimaan Rp944 Triliun Akibat Celah Kepatuhan Pajak

Pajak.com, Jakarta – Bank Dunia mengungkapkan bahwa Indonesia berpotensi kehilangan penerimaan pajak hingga Rp944 triliun akibat celah kepatuhan dan kebijakan dalam sistem perpajakan.

Berdasarkan data Bank Dunia, rata-rata penerimaan pajak aktual Indonesia dari tahun 2016 hingga 2021 mencapai Rp800 triliun atau 5,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal, potensi penerimaan pajak berdasarkan kebijakan yang berlaku seharusnya bisa mencapai Rp1.348 triliun atau 9,1 persen dari PDB. Jika mengacu pada skenario benchmark yang ideal, penerimaan pajak bahkan bisa mencapai Rp1.744 triliun atau 11,8 persen dari PDB.

Namun, akibat celah kepatuhan pajak yang tinggi, Indonesia kehilangan penerimaan sebesar Rp548 triliun atau 3,7 persen dari PDB. Selain itu, celah kebijakan juga menyebabkan potensi penerimaan pajak hilang sebesar Rp396 triliun atau 2,7 persen dari PDB.

Ketidakpatuhan dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan menjadi faktor utama yang menggerus penerimaan negara. Penerimaan aktual PPN tercatat sebesar Rp494 triliun atau 3,3 persen dari PDB.

Potensi penerimaan berdasarkan kebijakan yang berlaku bisa mencapai Rp881 triliun atau 5,9 persen dari PDB, dan dalam skenario benchmark bisa mencapai Rp1.019 triliun atau 6,9 persen dari PDB. Celah kepatuhan dalam PPN ini mencapai Rp387 triliun atau 2,6 persen dari PDB, sementara celah kebijakan menyumbang Rp138 triliun atau 0,9 persen dari PDB.

Baca Juga  Pengembang “Real Estate” Perlu Ketahui! Indonesia Property Awards 2025 Ditutup 29 Agustus 

“Secara keseluruhan, ketidakpatuhan memiliki dampak lebih besar terhadap penerimaan PPN dibandingkan dengan keputusan kebijakan,” tulis Bank Dunia dalam laporan terbarunya berjudul Economic Policy: Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia, dikutip Pajak.com pada Rabu (26/3/2025).

Pada PPh Badan, penerimaan aktual hanya sebesar Rp306 triliun atau 2,1 persen dari PDB, jauh di bawah potensi penerimaan yang seharusnya bisa mencapai Rp467 triliun atau 3,1 persen dari PDB menurut kebijakan yang berlaku.

Jika mengikuti skenario benchmark, penerimaan bisa mencapai Rp725 triliun atau 4,9 persen dari PDB. Celah kepatuhan dalam PPh Badan mencapai Rp161 triliun atau 1,1 persen dari PDB, sedangkan celah kebijakan lebih besar, yakni Rp258 triliun atau 1,7 persen dari PDB.

Bank Dunia menyoroti beberapa faktor yang menyebabkan celah kepatuhan pajak tetap tinggi di Indonesia. Ambang batas PPN dan PPh Badan yang relatif tinggi, yaitu sebesar Rp4,8 miliar, membuat banyak perusahaan kecil dan penyedia jasa tidak masuk dalam sistem perpajakan.

Hal tersebut mengakibatkan pengawasan yang lebih sulit dan tingkat kepatuhan yang lebih rendah. Selain itu, banyak perusahaan melaporkan omzet lebih rendah dari yang sebenarnya atau membagi usaha mereka agar tetap berada di bawah ambang batas pajak, sebuah praktik yang dikenal sebagai bunching.

Ekonomi bawah tanah juga menjadi salah satu faktor utama yang memperlebar celah kepatuhan pajak. Menurut penelitian Medina dan Schneider (2018), ekonomi bawah tanah di Indonesia diperkirakan mencapai 21,8 persen dari PDB pada 2015.

Baca Juga  Definisi, Ketentuan Terbaru, Hingga Contoh Penghitungan PPh dan PPN atas Komisi Reasuransi 

Studi lain oleh Marhamah dan Zulaikha (2020) memperkirakan bahwa rata-rata ekonomi bawah tanah Indonesia antara tahun 2016 dan 2019 mencapai 17,6 persen dari PDB. Banyak usaha dalam sektor informal tidak terdaftar dan tidak membayar pajak, yang semakin memperburuk ketidakpatuhan pajak.

Selain itu, efisiensi dalam pemungutan pajak juga masih menjadi tantangan besar. Rasio penerimaan pajak terhadap PDB Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara lain yang memiliki tarif pajak serupa. Kebijakan insentif pajak dan belanja pajak turut mengurangi efisiensi penerimaan negara.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 2019 mencatat bahwa penerimaan yang hilang akibat belanja pajak mencapai sekitar 1,5 persen dari PDB, dan meningkat sekitar 0,4 persen pada 2020 akibat kebijakan stimulus fiskal selama pandemi COVID-19.

Untuk menekan celah kepatuhan dan kebijakan, Bank Dunia merekomendasikan beberapa langkah strategis. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menurunkan ambang batas PPN dan PPh Badan agar lebih banyak usaha kecil masuk dalam sistem perpajakan. Selain itu, pengawasan terhadap praktik bunching perlu diperketat untuk mencegah manipulasi pelaporan omzet.

Baca Juga  Dana 2,2 Miliar Dolar AS Diblokir, Trump Kini Incar Status Bebas Pajak Harvard

Pemanfaatan data pihak ketiga untuk meningkatkan kepatuhan pajak juga menjadi solusi yang disoroti. Pemerintah perlu memperluas akses terhadap informasi Wajib Pajak dan mengoptimalkan data yang sudah tersedia. Selain itu, digitalisasi ekonomi dapat menjadi alat penting untuk menekan ekonomi bawah tanah dan mendorong lebih banyak usaha informal untuk masuk dalam sistem perpajakan formal.

Reformasi perpajakan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang diterapkan sejak 2021 juga diharapkan dapat mempersempit celah kebijakan yang ada. Dengan memperluas cakupan pajak, seperti mengklasifikasikan barang dan jasa tidak berwujud sebagai objek pajak, reformasi ini berpotensi meningkatkan penerimaan negara dalam jangka panjang.

Celah kepatuhan dan kebijakan pajak yang tinggi telah menyebabkan Indonesia kehilangan potensi penerimaan pajak dalam jumlah besar. Untuk mengoptimalkan penerimaan negara, pemerintah harus fokus meningkatkan kepatuhan pajak, memperbaiki kebijakan perpajakan, serta mempersempit ruang bagi ekonomi bawah tanah dan praktik penghindaran pajak.

“Untuk meningkatkan penerimaan dan keadilan dalam PPN dan PPh Badan, peningkatan kepatuhan Wajib Pajak tetap menjadi prioritas pemerintah,” jelas Bank Dunia.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *