APRINDO: Kenaikan PPN 12 Persen Dapat Memicu Kenaikan Harga 5-10 Persen
Pajak.com, Tangerang – Ketua Umum Terpilih Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) periode 2024-2028 Solihin mengusulkan agar pemerintah meninjau ulang kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari tahun 2025. Pasalnya, APRINDO memproyeksi bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 persen tersebut dapat memicu kenaikan harga produk di pasar ritel pada level 5-10 persen.
“Kami mendukung kebijakan pemerintah, tapi mohon jika rencana kenaikan PPN 12 persen tersebut ditinjau ulang. Tentu ini berat untuk kami pengusaha ritel. Jangan dibilang, ‘wah 1 persen (kenaikan tarif) saja, kecil’. Bukan itu, tapi itu yang nanggung nantinya pembeli pada umumnya. Sekarang, 11 persen, naik 1 persen, jadi 1 per 12, kan? Jadi, naiknya 1 per 12 itu. Berat enggak? Ya, berat lah,” ungkap Solihin yang juga merupakan Direktur Corporate Affairs PT Sumber Alfaria Triaya Tbk (Alfamart), dalam Konferensi Pers Musyawarah Nasional APRINDO ke-VIII, di Tangerang, dikutip Pajak.com, (19/11).
Di sisi lain, ia mengingatkan, kondisi perekonomian saat ini tengah menghadapi berbagai tantangan yang berimbas pada penurunan kinerja sektor usaha ritel. APRINDO memprediksi pertumbuhan sektor ritel di Indonesia menurun sekitar 4,8 persen pada tahun 2024. Kondisi ini disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat.
“Konsumen akan lebih memilih produk dengan harga di bawah 10 persen lebih murah dari merek lainnya. Ini yang membuat produk dengan harga terjangkau lebih laku. Konsumen yang sebelumnya loyal terhadap produk-produk yang ukuran besar kini mulai beralih ke ukuran kecil,” ujar Solihin.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 merupakan amanat dari Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Meski demikian, pemerintah akan berupaya menyosialisasikan tujuan dan manfaat dari kenaikan tarif tersebut.
“Meskipun kita membuat policy perpajakan ini, tapi bukan membabi buta atau seolah-olah tidak punya afirmasi terhadap beberapa sektor, seperti kesehatan, pendidikan, bahkan (bahan) makanan pokok itu termasuk debatnya cukup panjang di sini (Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat/DPR). Jadi, di sini kami sudah membahas bersama bapak/ibu sekalian. Sudah ada undang-undangnya. Kita perlu untuk menyiapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik,” jelas Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR, di Gedung Parlemen, Jakarta Pusat, (13/11).
Comments