in ,

Analisis PP 22/2024: Keuntungan, Syarat, hingga Tantangan untuk Tarik Minat Eksportir

Analisis PP 22/2024
FOTO: Dok.Tiga Dimensi dan PT Provosio Consulting/Desain: Muhammad Ikhsan Jamaludi

Analisis PP 22/2024: Keuntungan, Syarat, hingga Tantangan untuk Tarik Minat Eksportir

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah memberikan insentif pajak bagi eksportir yang menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) pada instrumen moneter dan keuangan tertentu di Indonesia. Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2024 tersebut berlaku sejak 20 Mei tahun 2024. Dalam sebuah wawancara dengan Pajak.com, Director Provisio Consulting Deborah Sarah Najoan analisis PP 22/2024 mulai dari keuntungan, persyaratan, hingga tantangannya untuk menarik minat eksportir.

“Insentif pajak ini merupakan salah satu upaya pemerintah mendorong eksportir menempatkan DHE SDA ke sistem keuangan di Indonesia untuk stabilitas moneter dan menjaga perekonomian nasional. Di sisi lain, insentif ini memberikan manfaat bagi pengusaha eksportir,” ungkap Deborah di Grha Provisioner Bersama, Jalan Widya Chandra X No. 7, Jakarta Selatan, (12/7).

Ia menyebutkan, eksportir dapat memilih instrumen moneter dan/atau keuangan tertentu yang telah diatur dalam PP Nomor 22 Tahun 2024, yaitu berupa:

  1. Deposito yang diterbitkan oleh bank yang sumber dananya berasal dari rekening khusus DHE SDA pada bank yang sama;
  2. Term deposit operasi pasar terbuka konvensional dalam valuta asing di Bank Indonesia (BI) yang penempatannya melalui peserta operasi pasar terbuka, dan sumber dananya berasal dari rekening khusus DHE SDA pada peserta operasi pasar terbuka yang sama;
  3. Surat sanggup yang diterbitkan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor (LPEI) yang sumber dananya berasal dari rekening khusus DHE SDA pada LPEI; dan
  4. Instrumen moneter lain atau instrumen keuangan lain yang ditetapkan oleh menteri keuangan, setelah berkoordinasi dengan gubernur BI.

Keuntungan atas Penempatan DHE SDA di Indonesia

Deborah yang memiliki keahlian dalam perencanaan pajak ini berpandangan, keuntungan insentif pajak dalam PP Nomor 22 Tahun 2024 terletak pada perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) final dengan tarif yang lebih rendah atas penghasilan yang diterima eksportir dari penempatan DHE SDA pada instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan tertentu di Indonesia.

Magister Administrasi Bisnis dari Universitas Gajah Mada (UGM) ini mengutip Pasal 4 PP Nomor 22 Tahun 2024 yang memerinci tarif PPh final tersebut, meliputi:

  1. Tarif sebesar 0 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan lebih dari 6 bulan;
  2. Tarif sebesar 2,5 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan;
  3. Tarif sebesar 7,5 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan; atau
  4. Tarif sebesar 10 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan.
Baca Juga  Kiat Menentukan Penyusutan dan Amortisasi Harta Sesuai PMK 72/2023

Selain itu, untuk penghasilan dari instrumen moneter dan/atau keuangan tertentu yang dananya dikonversi dari valuta asing ke mata uang rupiah, akan dikenai PPh bersifat final berikut ini:

  1. Tarif sebesar 0 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan atau lebih dari 6 bulan;
  2. Tarif sebesar 2,5 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan; atau
  3. Tarif sebesar 5 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan.

“Jadi, insentif pajak dalam PP Nomor 22 tahun 2024 terbagi 2, kalau eksportir tersebut menempatkan dananya di instrumen keuangan di Indonesia, maka PPh akan dikenakan tarif lebih rendah. Kemudian, diberikan insentif untuk dana yang dalam valuta asing atau dana yang di tukar ke mata uang rupiah. Bandingkan apabila kita menempatkan dana di instrumen keuangan Indonesia sebelumnya, biasanya tarif normal pajaknya 20 persen, tapi ini ada pengenaan tarif lebih rendah. Bahkan, bisa sampai 0 persen atau tidak kena pajak, jika penempatannya lebih dari 6 bulan,” jelas Deborah.

Persyaratan Mendapatkan Insentif Pajak DHE SDA di Indonesia 

Dari sudut pandang lain, anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) ini menelaah bahwa PP Nomor 22 Tahun 2024 akan memudahkan eksportir dalam memanfaatkan insentif pajak tersebut. Deborah memastikan, tidak ada dokumen khusus yang perlu dipersiapkan ekspotir untuk memanfaatkan PPh final dengan tarif rendah tersebut.

“Untuk persyaratan sebenarnya simpel saja dan enggak sulit. Hanya dengan syarat merupakan pengusaha eksportir, penghasilan diterima eksportir tersebut berasal dari penempatan DHE SDA, dan memilih 4 kriteria instrumen moneter dan/atau keuangan tertentu. Apalagi, PP Nomor 22 Tahun 2024 telah jelas mengatur 4 kriteria instrumen moneter dan instrumen keuangan tertentu,” imbuh Deborah yang juga kerap bertugas menyelesaikan sengketa di Pengadilan Pajak ini.

Ia pun menguraikan 4 kriteria instrumen moneter dan keuangan tertentu, meliputi:

  1. Merupakan instrumen perbankan di Indonesia, instrumen keuangan yang diterbitkan oleh LPEI, dan/atau instrumen moneter yang diterbitkan oleh BI;
  2. Dananya berasal dari DHE SDA;
  3. Memiliki jangka waktu penempatan paling singkat 1 bulan; dan
  4. Tidak diperdagangkan di pasar sekunder.

“Jadi, sekali lagi, PP Nomor 22 Tahun 2024 tidak menuntut banyak dokumen administrasi yang diperlukan untuk mengajukan permohonan insentif,” tegas Deborah.

Namun, ia mengingatkan hal yang perlu dipahami adalah PPh final bisa didapatkan melalui mekanisme pemotongan. Artinya, pemotongan PPh final dilakukan pada saat pembayaran penghasilan kepada eksportir.

“Pemotongan PPh bisa dilakukan oleh beberapa pihak, yaitu bank untuk penghasilan eksportir dari instrumen, peserta operasi pasar terbuka untuk penghasilan eksportir dari instrumen, LPEI untuk penghasilan eksportir, atau bank atau LPEI sebagai penerbit instrumen keuangan, peserta operasi pasar terbuka untuk penghasilan eksportir dari instrumen. Itu saja yang harus diperhatikan oleh eksportir,” jelas Deborah.

Tantangan Pemanfaatan Insentif Pajak DHE SDA oleh Eksportir

Meski memiliki paket komplit yang menarik, Deborah menyoroti tantangan utama pemanfaatan insentif pajak atas DHE SDA ini. Ia berperspektif, banyak eksportir yang tidak memilih menempatkan DHE SDA di Indonesia lantaran menjaga cash flow perusahaan.

“Tantangannya lagi, apakah dari pengusaha eksportir lebih ingin memutar dananya atau ditempatkan. Karena tidak semua pengusaha eksportir memiliki banyak dana untuk ditempatkan. Beberapa eksportir memerlukan dana hasil eksportir untuk segera diputar lagi sebagai modal produksi. Kemudian, ada tantangan lain berupa penawaran bunga yang lebih tinggi atau menarik di negara lain. Karena kalau di Indonesia, pemerintah lebih menawarkan pajak yang lebih rendah saja,” ungkap Deborah.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *