in ,

Penerapan CCS Jadi Sumber Pendapatan Baru Perusahaan Hulu Migas

Penerapan CCS Jadi Sumber Pendapatan Baru Perusahaan Hulu Migas
FOTO: IPA

Penerapan CCS Jadi Sumber Pendapatan Baru Perusahaan Hulu Migas

Pajak.com, Tangerang – Industri hulu minyak dan gas (migas) menjadi salah satu industri paling potensial dalam bisnis perdagangan karbon. Namun, penerapannya bergantung dari kemampuan perusahaan mengimplementasikan teknologi Carbon Capture Storage (CCS). Analis Kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hadi Setiawan mengungkapkan penerapan CCS berpotensi jadi sumber pendapatan baru bagi perusahaan di sektor hulu migas.

Ia memastikan bahwa untuk mengakselerasi penerapan teknologi CCS, pemerintah terus bergerak menyempurnakan regulasi, khususnya aturan turunan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon.

“Penerapan carbon pricing paling cocok di industri hulu migas baru bisa diimplementasikan ketika teknologi CCS sudah berjalan. Saat ini perdagangan karbon di industri hulu migas memang belum optimal, sehingga harus distimulus dengan dukungan regulasi yang menarik. Hal ini juga yang disadari oleh pemerintah. Mereka (industri hulu migas) mengeluarkan emisi. Caranya, salah satu strategi dengan CCS kita sudah bikin aturannya. Turunannya masih proses mudah-mudahan bisa segera keluar,” ungkap Hadi dalam acara ke-48 Indonesian Petroleum Association Convention and Exhibition (IPA Convex) 2024, dikutip Pajak.com (17/5).

Baca Juga  PDNS Diserang Siber, Wamenkominfo: Pemulihan Dilakukan Secepatnya

Ia menyebutkan, untuk mendukung ekosistem perdagangan karbon pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penerapan Nilai Ekonomi Karbon Dalam Rangka Pencapaian Target NDC dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional, kemudian Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penerapan Nilai Ekonomi Karbon. Selain itu, pemerintah juga mendirikan Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) untuk mendukung pelaksanaan perdagangan karbon.

“Namun, hingga kini belum ada perusahaan migas yang ambil bagian dalam perdagangan karbon secara langsung,” ungkap Hadi.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Unit Pengembangan Carbon Trading IDX Carbon Edwin Hartanto turut berpandangan bahwa ekosistem dalam perdagangan karbon perlu lebih disiapkan. Aturan pelaksana menjadi kuncinya.

Baca Juga  Pelaku Judi “On-line” Diberikan Bansos? Ini Klarifikasi Jokowi

“Sektor hulu migas punya peluang sangat baik dalam terlibat di bisnis perdagangan karbon, apalagi jika sudah diterapkan CCS. Dalam praktiknya, jika perusahaan migas punya teknologi CCS dengan kapasitas lebih besar ketimbang emisi yang dihasilkan, kelebihan kapasitas itu yang bisa ditawarkan ke pihak lain,” ungkap Edwin.

Hal senada juga diungkapkan oleh Indonesia Carbon Trade Associations Riza Suarga. Menurutnya, pasar karbon di Indonesia masih belum terbiasa dengan aktivitas perdagangan karbo apalagi di sektor hulu migas.

“Untuk itu, peran lebih pemerintah sangat diperlukan membuat iklim perdagangan karbon lebih ramah terhadap pelaku usaha. Market masih nervous, tapi Pemerintah Indonesia-nya sangat mendukung,” pungkas Riza.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *