in ,

Hari Kartini: Kobarkan Spirit UMKM Perempuan, Rebut Peluang di Tengah Perang Dagang

UMKM Perempuan
FOTO: IST

Hari Kartini: Kobarkan Spirit UMKM Perempuan, Rebut Peluang di Tengah Perang Dagang

Pajak.com, Jakarta – Peringatan Hari Kartini pada 21 April  dapat dimaknai sebagai momentum mengobarkan kembali semangat kaum perempuan untuk ikut berkontribusi membangun peradaban bangsa. Salah satunya, spirit pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang mayoritas selama ini digerakkan oleh kaum perempuan. Lantas, apa saja tantangan yang masih menjadi sandungan UMKM perempuan? Dengan memetakan tantangan tersebut, diharapkan UMKM perempuan mampu merebut peluang pasar di tengah perang dagang saat ini.

“Jangan pernah menyerah jika kamu masih ingin mencoba. Jangan biarkan penyesalan datang karena kamu selangkah lagi untuk menang. Perempuan adalah pembawa peradaban.” Demikian seru Pahlawan Nasional Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat dalam buku berjudul ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’ yang ditulis Armijn Pane.

Seruan Kartini itu agaknya masih relevan sebagai penambah bahan bakar semangat kaum perempuan masa kini dalam membangun peradaban menuju Indonesia Maju, melalui pengembangan UMKM. Mengutip data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, UMKM memiliki kontribusi 61 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya, memajukan UMKM koheren dengan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional demi kesejahteraan masyarakat. Secara spesifik, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa dari total 65,5 juta UMKM di Indonesia, sebanyak 37 juta UMKM diantaranya dikelola oleh perempuan.

Baca Juga  Kantor Pajak di Serang Bekali UMKM Pelatihan Izin Edar BPOM dan Pemasaran produk 

Tantangan UMKM Perempuan 

Meski berperan sebesar 64,5 persen dari jumlah total UMKM, Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengakui masih banyak tantangan yang dihadapi perempuan, seperti terbatasnya akses literasi keuangan.

Friderica mengungkapkan bahwa masih rendahnya literasi keuangan di Indonesia dapat tecermin dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK 2022. Survei tersebut mencatat, tingkat literasi keuangan di Indonesia mencapai sebesar 49,68 persen, sementara tingkat inklusi keuangan sebesar 85,10 persen.

Apabila dirinci berdasarkan gender, tingkat literasi keuangan perempuan sebesar 50,33 persen dan tingkat inklusi 83,88 persen. Sementara, laki-laki tingkat literasi 49,05 persen dan tingkat inklusi 86,28 persen. OJK menyebut, tingkat inklusi tersebut seirama dengan peningkatan angka serangan siber dan jeratan pinjaman on-line (pinjol) ilegal.

Secara spesifik, OJK memetakan dua kategori literasi keuangan UMKM yang masih minimal dikuasai oleh perempuan. Pertama, pengelolaan pendapatan sehari-hari. Kedua, pengelolaan keuangan ketika menerima pembiayaan dari sektor keuangan dan perbankan.

“Sebagai penopang perekonomian nasional, UMKM perlu diberdayakan melalui literasi dan inklusi keuangan. Perempuan yang berdaya melalui literasi keuangan mengedepankan kebutuhan keluarga dan mampu menciptakan generasi masa depan melek keuangan. Dan, literasi keuangan di era digital merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga keberlangsungan kejayaan UMKM,” ujarnya dalam sebuah acara, dikutip Pajak.com(21/4).

Oleh karena itu, kini perempuan menjadi salah satu segmen utama dalam program sasaran prioritas Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) yang dilakukan OJK. Agenda prioritas OJK tersebut juga didukung oleh data McKinsey Global Institute yang menyatakan bahwa dengan memajukan kesetaraan gender bagi perempuan, maka diproyeksi dapat menambah sekitar 4,5 triliun dolar Amerika Serikat (AS) pada PDB tahunan di tahun 2025 atau meningkat 12 persen dibandingkan kondisi bisnis seperti biasa.

Baca Juga  Dongkrak Penjualan UMKM, KPP Pratama Tigaraksa Gelar Bazar dan Edukasi Pajak 

“Perempuan dipercaya menjadi satu segmen yang punya kekuatan dahsyat. Kalau perempuan punya uang utamanya pasti dipergunakan untuk kepentingan anak dan keluarganya. Oleh karena itu, kami OJK mendukung kemajuan UMKM oleh perempuan,” ungkap Friderica.

Ya, tentu kita tidak boleh menyerah dengan tantangan, karena disitulah tersibak berbagai peluang. Seperti yang dikatakan Kartini dalam buku ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’:  “Tahukah engkau semboyanku? Aku Mau! Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata Aku tidak dapat! Melenyapkan rasa berani. Kalimat ‘Aku Mau!’ membuat kita mudah mendaki puncak gunung.”

Peluang UMKM Perempuan di Tengah Perang Dagang 

Di tengah perang dagang yang memicu aksi boikot produk dari negara tertentu, UMKM di Indonesia seyogianya dapat mengambil peluang untuk merebut pasar lokal maupun global. Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz meyakini kualitas produk UMKM Indonesia tak kalah dengan barang dari luar negeri. Sebut saja tas kulit, sepatu, pakaian, atau produk lainnya.

“Dengan memakai produk-produk UMKM, tak menurunkan gaya hidup kita. Karena produk UMKM kita bagus-bagus dan kualitas ekspor juga,” ajak Neng yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kecil dan Menengah Mikro Nusantara ini.

Mengutip data Kementerian Perdagangan (Kemendag), beberapa produk UMKM perempuan Indonesia yang sukses menembus pasar dunia, antara lain merek  Monica The Label yang berhasil mengekspor fesyen lokal ke beberapa negara. Kemudian, Mahayusi yang memproduksi perhiasan mutiara asal Lombok dan berhasil menembus pasar global melalui merek I Love Mutiara. Ada lagi beberapa pengusaha perempuan yang sukses mengekspor masakan rendang, diantaranya Laurencia De Richo (dengan merek dagang Rendang Unikayo), Uni Tutie (Rendang Jengkol dan Kacang Merah), serta Ermaneli (Rendang Uni Lili).

Baca Juga  Kemenkop UKM Dorong UMKM Naik Kelas dan Patuh Pajak

Kemendag menyebut bahwa kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional baru mencapai sekitar 15,7 persen dari total ekspor nasional. Pemerintah menargetkan UMKM mampu mengekspor sebesar 18,84 dolar miliar pada tahun 2025 atau meningkat kontribusinya sekitar 9 persen.

Pemerintah melalui berbagai kementerian/lembaga (K/L) pun terus berupaya mendorong pengembangan UMKM, misalnya dalam hal akses permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN); program Ultra Mikro (Umi) yang diberikan oleh Pusat Investasi Indonesia; adanya insentif Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen bagi UMKM yang memiliki peredaran bruto minila Rp4,8 miliar per tahun yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan berbagai kegiatan pelatihan yang digawangi K/L.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *