in ,

Apa itu Inflasi? Pahami Definisi, Penyebab, dan Dampaknya

Apa itu Inflasi? Pahami Definisi
FOTO: IST

Apa itu Inflasi? Pahami Definisi, Penyebab, dan Dampaknya

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan proyeksi inflasi sebesar 1,5 – 3,5 persen tahun 2025 dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Lantas, apa itu inflasi? Kali ini Pajak.com akan mengajak Anda pahami definisi, penyebab, hingga dampak dari inflasi.

Definisi inflasi

Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Kondisi ini pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Adapun perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Secara teknis, BPS melakukan survei untuk mengumpulkan data harga dari berbagai macam barang dan jasa yang dianggap mewakili belanja konsumsi masyarakat. Data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung tingkat inflasi—dengan membandingkan harga-harga saat ini dengan periode sebelumnya.

Penyebab inflasi

1. Tekanan dari sisi penawaran (cost push inflation), yaitu kondisi yang terjadi ketika inflasi disebabkan oleh tekanan dari sisi penawaran atau peningkatan biaya produksi. Beberapa faktor penyebabnya, meliputi:

  • Depresiasi nilai tukar, kondisi terjadi apabila mata uang suatu negara mengalami depresiasi terhadap mata uang asing, harga impor akan naik, sehingga meningkatkan biaya produksi dan akhirnya mendorong inflasi;
  • Dampak inflasi luar negeri, kondisi ini terjadi karena inflasi negara mitra dagang atau di pasar global dapat berdampak pada harga-harga impor. Hal ini dapat meningkatkan biaya produksi di dalam negeri;
  • Peningkatan harga komoditas yang diatur pemerintah, kondisi terjadi apabila pemerintah mengatur harga komoditas yang penting, kenaikan harga tersebut dapat menyebabkan peningkatan biaya produksi secara umum; dan
  • Negative supply shocks, kondisi ini bisa terjadi jika bencana alam atau gangguan dalam distribusi barang dan jasa dapat mengurangi penawaran, lalu berpotensi menyebabkan kenaikan harga.
Baca Juga  Mendag Ungkap Penyelesaian Perjanjian IEU – CEPA Capai 90 Persen, Apa Untungnya bagi Indonesia?

2. Tekanan dari sisi permintaan (demand pull inflation), yakni terjadi ketika inflasi disebabkan oleh tekanan dari sisi permintaan atau meningkatnya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian hal tersebut dapat mendorong kenaikan harga; dan

3. Ekspektasi inflasi, yaitu faktor yang dipengaruhi oleh persepsi dan harapan masyarakat serta pelaku ekonomi terhadap tingkat inflasi di masa depan. Faktor ini dapat mempengaruhi keputusan konsumen, investor, dan pelaku ekonomi lainnya. Ada dua jenis ekspektasi inflasi:

  • Ekspektasi inflasi adaptif yang didasarkan pada pengalaman masa lalu atau data historis; dan
  • Ekspektasi inflasi forward-looking yang didasarkan pada analisis, perkiraan terhadap faktor-faktor ekonomi, dan kebijakan yang mempengaruhi inflasi di masa depan.

Perbedaan inflasi dan deflasi

Deflasi merupakan sebuah kondisi saat harga barang yang ada di dalam sebuah negara mengalami penurunan. Penurunan harga barang-barang tersebut bisa terjadi secara periodik, langsung maupun bersamaan. Beberapa penyebab terjadinya deflasi, antara lain:

  • Penurunan jumlah uang beredar di masyarakat karena cenderung menyimpan uangnya di bank;
  • Berkurangnya permintaan barang, sementara produksi barang terus meningkat atau tidak bisa dikurangi; dan
  • Perlambatan kegiatan ekonomi, sehingga banyak pekerja yang terdampak karena berkurannya penghasilan—akhirnya jumlah uang beredar di masyarakat pun menjadi berkurang.
Indikator pengukur inflasi
Baca Juga  Pelaku Judi “On-line” Diberikan Bansos? Ini Klarifikasi Jokowi

Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Berdasarkan The Classification of Individual Consumption by Purpose (COICOP) 2018, IHK dikelompokkan ke dalam 11 kelompok pengeluaran, yaitu:

  1. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau;
  2. Kelompok pakaian dan alas kaki;
  3. Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga;
  4. Kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga;
  5. Kelompok kesehatan;
  6. Kelompok transportasi;
  7. Kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan;
  8. Kelompok rekreasi, olahraga dan budaya;
  9. Kelompok pendidikan;
  10. Kelompok penyediaan makanan serta minuman/restoran; dan
  11. Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya.

Selain pengelompokan berdasarkan COICOP, BPS juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan lain yang dinamakan disagregasi inflasi. Adapun disagregasi inflasi dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental, meliputi:

1. Inflasi inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung stabil atau persisten (persistent component) dalam pergerakannya dan dipengaruhi faktor fundamental. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi inti meliputi:

  • Interaksi permintaan-penawaran;
  • Lingkungan eksternal, seperti: nilai tukar, harga komoditi internasional, dan perkembangan ekonomi global; dan
  • Ekspektasi inflasi di masa depan.
Baca Juga  Airlangga Ungkap 3 Bukti Fundamental Perekonomian Indonesia Masih Terjaga

2. Inflasi non-inti, yakni komponen inflasi yang cenderung memiliki volatilitas yang tinggi karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non-inti terdiri dari:

  • Inflasi komponen bergejolak (volatile food), yaitu inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun komoditas pangan internasional; dan
  • Inflasi komponen harga yang diatur oleh pemerintah (administered prices), yakni inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga pemerintah, seperti harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dan sejenisnya.

Dampak inflasi

  • Berkurangnya daya beli yang disebabkan oleh kenaikan harga barang dan jasa akan naik sehingga uang yang dimiliki masyarakat memiliki nilai riil yang lebih rendah;
  • Suku bunga lebih tinggi dan membuat biaya pinjaman uang bagi konsumen akan meningkat, sehingga belanja konsumen akan berkurang. Seperti diketahui, Masyarakat konsumen menggunakan pinjaman untuk pembelian besar, seperti rumah atau kendaraan. Hal ini akan menghambat laju investasi dan perekonomian suatu negara; dan
  • Pertumbuhan ekonomi melambat karena terjadi penurunan konsumsi dan investasi.
Peran Bank Indonesia (BI) mengatasi inflasi

Instrumen mengatasi inflasi yang digunakan BI dengan kebijakan moneter, antara lain mengatur suku bunga. BI berwenang menaikkan suku bunga acuan untuk mengurangi pertumbuhan ekonomi dan mengendalikan inflasi.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *