Indonesia siap pakai EV?
Penulis :
Abram Marulitua Pardamean
Agnia R Riana
Indonesia siap pakai EV?. Industri kendaraan bermotor menjadi pasar yang cukup besar dalam meraup penerimaan negara. Hal tersebut ditunjukan dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai 5,31% pada tahun 2022, dan tumbuh mencapai 4,94% di tahun 2023 dengan mencetak penjualan kendaraan secara kumulatif sebesar 1.005.802 unit. Di samping itu, berdasarkan data Gaikindo tercatat sepanjang 2023 penjualan domestik mobil listrik mencapai 17.147 unit dan ekspor mobil listrik sebesar 1.504 unit. Melihat kontribusi besar tersebut, sejumlah insentif juga telah dikeluarkan Pemerintah untuk mempercepat investasi dan implementasi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) di Indonesia (Kemenko Perekonomian, 2024). Indonesia sendiri juga berkomitmen menurunkan emisi polutan termasuk salah satunya emisi karbon. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas mengenalkan paradigma pembangunan yang baru yakni Pembangunan Rendah Karbon (PRK) (PPN/Bappenas, 2019). PRK ini menciptakan pertumbuhan ekonomi yang ditujukan dalam mempertahankan perkembangan dari sisi ekonomi maupun sosial dengan kegiatan pembangunan rendah emisi dan peminimalisiran eksploitasi Sumber Daya Alam.
Rumusan Masalah:
Dengan pembahasan di atas insentif yang ditawarkan pemerintah melalui penanggungan pajak oleh pemerintah atas PPnBM kendaraan bermotor menimbulkan pertanyaan apakah insentif tersebut memiliki peran dalam Pemulihan Ekonomi Nasional? Area apa saja yang dapat diberikan insentif dalam upaya meningkatkan investasi dan implementasi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) di Indonesia?
Pembahasan:
Diketahui data emisi gas rumah kaca di Indonesia masuk urutan kedelapan sebagai negara dengan penyumbang emisi gas rumah kaca sebesar 965,3 MtCO2e atau setara 2% dari emisi dunia pada tahun 2018 (Pusparisa, 2021). Dengan adanya penambahan jumlah angkutan maka diperkirakan pula menambah emisi gas rumah kaca Indonesia terutama dari kendaraan bermotor. Naasnya dalam mendukung peningkatan lingkungan disampaikan melalui webinar ITS bahwa jumlah kendaraan listrik yang telah mendapatkan izin Sertifikat Uji Tipe (SUT) sebanyak 112 unit dan 7.585 unit yang telah mendapatkan sertifikat Registrasi Uji Tipe (CNN, 2021). Hal tersebut masih jauh jika dibandingkan dengan penggunaan kendaraan bermotor yang digunakan di Indonesia. Indonesia sendiri telah menjalankan amanat Protokol Kyoto yang memiliki tujuan utama terkait stabilitas konsentrasi emisi gas rumah kaca dan pengaruhnya terhadap manusia dan sistem iklim dunia dengan membangun dan, Presiden Joko Widodo sendiri sedang mendorong penggunaan mobil listrik. Kendaraan berbasis listrik (KBLBB) sendiri memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan kendaraan bermotor konvensional (berbahan bakar fosil), salah satunya adalah tidak dihasilkannya gas buang sehingga tidak memberikan kontribusi bagi pemanasan global (carbon footprint) di Indonesia. Dukungan pemerintah terhadap penggunaan KBL ini tertaut dalam Perpres No. 55 Tahun 2019 tentang percepatan program berbasis baterai untuk transportasi jalan..Terdapat pula insentif PPnBM dengan pembebasan pajak pusat dan daerah, bea masuk importasi mesin dan barang, hingga insentif bea masuk ditanggung pemerintah atas impor bahan baku dan bahan produksi yang semuanya dilakukan demi mendorong percepatan konversi kendaraan berbasis listrik (Mochammad Aziz, 2020).
Namun, penggunaan kendaraan ramah lingkungan saja tidak cukup dalam upaya mengurangi emisi gas karbon. Salah satu sektor yang juga perlu dibenahi adalah sektor energi yang masih menggunakan energi fosil yang tak ramah lingkungan. Untuk itu diperlukan insentif untuk mengembangkan energi baru terbarukan. Salah satu potensi sumber energi terbarukan di ASEAN adalah geothermal. Sumber energi geothermal juga memiliki keunggulan antara lain menghasilkan emisi yang rendah, daya listrik yang dihasilkan stabil, dan hanya membutuhkan luas area yang kecil (Wisriansyah, Purba, & Napitu, 2020).
Sebagai salah satu negara dengan potensi geothermal terbesar, Indonesia sendiri telah mempersiapkan paket insentif pajak atas industri geothermal melalui UU Nomor 36 Tahun 2008 pasal 31A yang meliputi pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian hingga 10 tahun, serta pajak penghasilan atas dividen sebesar 10%. Namun, insentif ini tidak menarik banyak investasi karena ketiadaan peraturan pelaksana serta insentif yang tidak sesuai dengan karakteristik industri panas bumi (Arummalinda, 2014).
Paket insentif pajak ramah lingkungan yang terdiri atas insentif pajak atas investasi pembangkit listrik energi baru terbarukan, insentif pajak atas industri kendaraan listrik, serta insentif pajak atas konsumsi kendaraan listrik diperlukan karena saat ini sektor energi merupakan penyumbang terbesar emisi karbon sehingga diperlukan sumber energi yang ramah lingkungan. Untuk menghindari adanya emisi karbon tambahan yang berasal dari kendaraan, paket insentif ini juga akan menyasar kendaraan listrik sebagai pengganti kendaraan bahan bakar minyak karena keunggulannya yang tidak menghasilkan emisi gas buang sehingga jauh lebih ramah lingkungan (Aziz, Marcellino, Rizki, Ikhwannudin, & Simatupang, 2020). Insentif kendaraan ramah lingkungan terdiri dari insentif industri baterai listrik, industri komponen kendaraan listrik, serta insentif industri pembangunan stasiun pengisian baterai listrik. Tak hanya dari sisi produksi, sisi konsumsi pun akan dirangsang melalui insentif pajak atas konsumsi kendaraan listrik sehingga masyarakat mendapatkan akses kendaraan listrik lebih mudah.
Daftar insentif dalam Paket Insentif Pajak Ramah Lingkungan terbagi kedalam 3 (tiga) kelompok yang masing-masing terbagi menjadi :
Insentif pajak atas investasi pembangkit listrik yakni insentif pembangkit listrik geothermal yang terdiri atas investment allowance, pembebasan PPN atas mesin, pembebasan bea masuk atas mesin dan materi esensial, serta pembebasan pajak bumi bangunan yang terkait dengan lahan industri
Insentif pajak atas investasi industri kendaraan listrik yakni terdiri atas Insentif industri baterai kendaraan listrik yang berupa tax holiday dan pembebasan bea masuk atas mesin serta materi esensial; Insentif industri komponen dan perakitan kendaraan listrik yang berupa pembebasan bea masuk atas mesin dan materi esensial; Insentif industri stasiun pengisian baterai kendaraan listrik yang berupa tax holiday dan pembebasan bea masuk atas mesin serta materi esensial
Insentif pajak atas konsumsi kendaraan listrik yakni Insentif pembelian kendaraan listrik bagi konsumen berupa pembebasan PPnBM dan pembebasan PKB beserta BBNKB
Pemberian insentif pada kendaraan listrik seperti insentif baterai kendaraan listrik, Insentif industri komponen dan perakitan kendaraan listrik merupakan insentif yang berguna sebagai pendorong dalam proses produksi sekaligus membuat harga komponen akan jauh lebih murah dijual di pasaran (Kemenperin, 2021). Sedangkan dari pemberian insentif industri stasiun pengisian baterai kendaraan listrik berguna sebagai pemasifan fasilitas infrastruktur kendaraan listrik guna menunjang kebutuhan sekaligus meningkatkan daya tarik masyarakat dengan kesiapan infrastruktur (Kemenperin, 2021). Insentif pembelian kendaraan listrik bagi konsumen juga memiliki kelebihan secara efektif untuk menggenjot minat masyarakat dalam membeli kendaraan listrik dan perubahan pola hidup yang lebih mendukung kebersihan lingkungan.
Sebagai salah satu penggerak perekonomian industri otomotif kendaraan listrik ini dapat memperluas lingkup penyerapan tenaga kerja, pengembangan kendaraan ciptaan dalam negeri yang dapat bersaing dengan negara lain, dan juga dengan adanya pemberian insentif yang kami gagas bersifat hulu ke hilir dalam menciptakan bisnis dan ekosistem yang baru. Seperti ucapan Destry Damayanti, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia bahwa Indonesia harus melihat peluang yang ada, Inovasi sangat dibutuhkan seperti perngembangan teknologi, dan penyerapan tenaga kerja juga perlu untuk berkontribusi terhadap aktivitas perekonomian dan pemulihan ekonomi (Rahma, 2020). Hal ini juga sejalan dengan ucapan Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel “Mengapa ini menjadi peluang? sebab kita punya kekuatan SDA, hasil bumi, laut, energi dan sebagainya. Ini kekuatan bangsa Indonesia” (Budilaksono, 2021).
Pandangan dan opini dalam artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan atau kebijakan PAJAK.COM.
Comments